Bisnis.com, BANDUNG -- Pemerintah daerah baik provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota diminta untuk serius dalam mengintervensi harga pangan yang berkontribusi terhadap garis kemiskinan di Jawa Barat.
Hal tersebut disampaikan ekonom dari Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi kepada Bisnis, Kamis (20/7/2023).
Menurut Acu, meski persentase penduduk miskin pada Maret 2023 menurun 0,36 persen terhadap September 2022 dan turun sebesar 0,44 persen poin terhadap Maret 2022, namun ia melihat data tersebut belum optimal.
Pasalnya, sebenarnya kontribusi dari garis kemiskinan dari komoditas makanan bisa diintervensi oleh pemerintah lewat kebijakan fiskal. Beberapa di antaranya adalah harga beras, daging ayam ras, telur ayam hingga bawang merah dan cabai merah.
"Saya kita ini ada progres bagus walaupun belum memuaskan kita, paling tidak penurunan ini bisa lebih, misalkan di atas 0,5 persen, sekarang kan baru 0,44 persen," ungkap Acu.
Hal ini, kata dia, dampak dari kebijakan yang belum komprehensif dan terintegrasi. Ia menyontohkan, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harusnya bisa lebih berperan dalam stabilisasi inflasi. Pasalnya, komoditas-komoditas tersebut merupakan yang juga berkontribusi terhadap inflasi daerah dalam tiga bulan terakhir.
"Artinya tetap harus ada program kebijakan yang komprehensif, terutama terkait bansos, dan pengendalian inflasi. Terutama komoditas beras, itu kontributor besar," jelasnya.
Ia juga menjelaskan, kebijakan Bulog dalam melakukan impor beras dan menyerap beras dari petani tergolong lamban. Sehingga, meroketnya harga beras berlangsung lama dan tidak terkendali.
Selanjutnya, volatilitas harga daging ayam dan telur pun ditenggarai olehnya merupakan dampak dari Bansos Stunting yang menyerap daging ayam dan telur di tingkat produsen. Sehingga, hal tersebut berdampak pada tingginya harga dua komoditas tersebut di pasaran.
"Sebagian besar terserap oleh pemerintah, jadi harga di pasar itu tinggi karena supply terbatas, tapi demand tinggi," jelasnya.
Untuk itu, ia menilai pemerintah daerah seharusnya bisa lebih konsen dalam stabilitasi harga pangan untuk meningkatkan presentase penduduk di Jawa Barat untuk keluar dari garis kemiskinan.
"Fokus kita, stabilitas harga bahan makanan dan bukan bahan makanan. Upaya pengentasan kemiskinan itu lebih bagus dalam bentuk tunai, dan tidak mendorong kenaikan harga komoditas," ungkapnya.
"Jangan sampai pemerintah daerah mengandalkan pemerintah pusat terus, harus ada upaya lebih," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala BPS Jabar Marsudijono mengatakan persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 7,62 persen, jumlah tersebut menurun 0,36 persen poin terhadap September 2022 dan turun sebesar 0,44 persen poin terhadap Maret 2022.
"Angka tersebut bila kita lihat dibandingkan dengan posisi September 2019 saat belum terjadi Covid-19, memang angka tersebut masih di atas angka pada September 2019 yaitu hanya mencapai 6,82 persen," jelas Marsudijono, di Bandung, Senin (17/7/2023).
Ia menjelaskan, secara jumlah, penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 3,89 juta orang, menurun 165,02 ribu orang terhadap September 2022 dan turun 182,39 ribu orang terhadap Maret 2022.
"Kalau di lihat Maret 2023 persentasenya sudah semakin membaik, ini menandakan progres pencapaian penanganan kemiskinan di Jawa Barat semakin hari semakin baik dan mudah-mudahan Tim Pengendali Kemiskinan di daerah tetap berupaya bisa mengendalikan angka kemiskinan ini bisa mencapai posisi pada September 2019," jelasnya.