Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Catatan Kecil Untuk Pekerjaan Rumah Besar Pemprov Jabar

Jawa Barat masih jadi provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi nomor dua di Indonesia.
Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin (kiri) berbincang dengan Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman./istimewa
Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin (kiri) berbincang dengan Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman./istimewa

Bisnis.com, BANDUNG—Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah untuk menjabarkan sejumlah kebijakan Pemprov Jabar ke Aparatur Sipil Negara (ASN) di bawah binaanya.

Dilantik pada 1 April 2024 lalu, menjadi kepanjangan tangan kebijakan Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin, Herman mendorong sejumlah langkah guna menghadapi banyak persoalan krusial di Jawa Barat: Kemiskinan, pengangguran terbuka, inflasi, stunting, penanganan sampah hingga pekerjaan rumah di banyak bidang.

Herman tampil menjadi sosok yang tangkas, pembina ASN yang dikenal keras, setengah motivator, setengah konten kreator. Maka di tengah himpitan penuntasan kerja yang berat, ia menggelorakan semangat lewat Jabar Caang, Sabilulungan, dan pose Aummg yang rutin dilakukan di setiap acara yang ia hadiri.

Setiap kepala OPD diberi shadow target atau target progresif disamping target kinerja utama, mereka juga menjadi liasion officer (LO) di kabupaten/kota untuk mengampu sejumlah persoalan makro seperti kemiskinan, stunting dan lain-lain.

Dia juga membagi tugas hingga ke level kecamatan untuk bersama-sama provinsi dan kabupaten/kota menyelesaikan persoalan-persoalan makro.

Pemprov Jabar punya modal indikator yang positif untuk menjadikannya pencapaian yang lebih progresif dimana data BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Jawa Barat menurun pada Maret 2024 di angka 3,89 juta orang atau 7,46%. Angka itu menurun 0,16% dari Maret 2023 dan turun 0,52% dari September 2022.

Selain itu, presentase penduduk miskin perkotaan juga turun dari 7,19% pada Maret 2023 menjadi 7,07 persen pada Maret 2024. Sedangkan persentase penduduk miskin perdesaan turun dari 9,30% pada Maret 2023 jadi 9,07 % pada Maret 2024.Angka ini sayangnya belum apa-apa, karena Jabar masih jadi provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi nomor dua di Indonesia.

Modal positif lainnya adalah angka pengangguran terbuka pun pada Februari 2024 lalu ikut turun 0,98% dibanding pada Februari 2024 lalu. BPS mencatat dari 25,88 juta orang angkatan kerja, 24,09 juta orang di antaranya bekerja, naik 692.000 orang dengan rincian pekerja penuh 16,92 juta orang, pekerja paruh waktu 4,95 juta orang dan setengah penganggur 2,23 juta orang. 

Kemudian, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Jawa Barat, terdapat 67-68 dari 100 penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi.  Artinya ketersediaan SDM di Jabar yang siap untuk bekerja meningkat dibandingkan dengan masa Covid-19 pada 2020 lalu yang mencapai 65-61 orang.

Fakta di Lapangan

Meski indikator makro sudah positif, tapi realitas di lapangan tidak indah. Akhir pekan lalu, Bisnis bertemu dengan seorang nenek 3 orang cucu yang hidupnya pas-pasan di Majalengka. Nama sebut saja Yati. Mengandalkan pemasukan dari memberikan pinjaman kecil-kecilan pada tetangganya yang juga sama morat-maritnya.

Si ibu bungah kalau ada acara hajatan digelar di dekat rumahnya. Ia akan mengajak anak-anak dan cucunya datang, berbekal amplop Rp5.000 bisa kenyang makan siang.

Jika tuan rumah menggelar pesta hajat yang agak mewah, ia mencoba mencari peruntungan lain: mengambil satu hingga tiga piring, memasukannya ke tas besar lalu di bawa pulang.

“Lumayan kalau sudah sampai 1 lusin bisa digadai, uangnya bisa diputar lagi,” ujarnya enteng. Miris. Masih bisa makan, memberikan pinjaman, tapi masih tetap berupaya bertahan hidup agar masih bisa makan, masih bisa memberikan pinjaman ke tetangga.

Di daerah Rancaekek, Bisnis bertemu seorang pemuda lulusan SMK yang memilih keluar dari bengkel ayahnya bekerja. Memilih menganggur dan mencoba peruntungan besar dengan jadi bandar narkoba kecil-kecilan.

Dia menolak ajakan saudaranya bekerja di Bali, ribut dengan ibunya yang putus asa dan menyarankan ia masuk pesantren.

Menurutnya, lebih enak begini, dapat uang, bisa mabuk. “Ngerinya kalau ketahuan, ketangkap, tapi paling juga nanti ditebus sama bapak yang punya bengkel,” kata Usman—sebut saja begitu namanya.

Realitas lain muncul dan ramai di sosial media pekan lalu. Satu obyek wisata di Bogor sepi tidak ada pengunjung karena banyaknya pungli di daerah tersebut.

Postingan ini sontak membuka pandora bahwa pungli di obyek wisata atau daerah lain di Jabar juga banyak. Maka umpatan seperti provinsi pungli bersahutan di jagad maya.

Pariwisata yang ditargetkan akan menjadi tulang punggung masa depan ekonomi Jawa Barat masih jauh dari harapan, mengingat urusan pungli masih jadi gambaran di mana-mana. Wajar, jika Jawa Barat tidak diproyeksikan sebagai New Bali oleh pemerintah.

Duh, masih banyak lagi gambaran persoalan dan kesulitan di lapangan yang dihadapi rakyat Jabar.

Tidak bermaksud menggurui. Pemprov Jabar memiliki pekerjaan rumah panjang, upaya-upaya yang dilakukan belum tentu sampai di tujuan dan pikiran warga.

Catatan Bisnis, pada para pengampu kebijakan seharusnya dapat pula menyuguhkan realitas yang tidak indah, yang tidak dikreasi oleh semangat para konten kreator, untuk kemudian menghadirkan solusi yang kongkret agar semua kalangan paham. 

Hidup rakyat itu indah, jika kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi tidak disimplikasi oleh para pemimpinnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper