Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alarm BPS: Hotel Sepi, Ekonomi Pariwisata Garut Di Persimpangan Jalan

Terjadi penurunan tingkat penghunian kamar pada seluruh jenis hotel, mengindikasikan pelemahan mobilitas wisatawan ke Garut.
Destinasi wisata Darajat Pass di Garut, Jawa Barat. / dok Antara
Destinasi wisata Darajat Pass di Garut, Jawa Barat. / dok Antara

Bisnis.com, GARUT — Sektor pariwisata di Kabupaten Garut kembali menghadapi tekanan. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Garut merilis data terbaru yang menunjukkan penurunan drastis Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel selama Maret 2025. 

Penurunan ini terjadi di seluruh jenis hotel, baik bintang maupun nonbintang, dan dinilai sebagai sinyal melemahnya mobilitas wisatawan ke daerah berjuluk Swiss van Java tersebut.

Kepala BPS Kabupaten Garut Nevi Hendri menyampaikan TPK hotel secara keseluruhan pada Maret 2025 hanya sebesar 13,24%. Angka ini merosot 15,58 poin dibandingkan TPK Februari 2025 yang tercatat sebesar 28,82%.

“Ini penurunan yang cukup tajam. Kalau sebelumnya pada Februari masih menunjukkan tren positif pasca libur panjang, pada Maret terlihat sangat melemah,” ujar Nevi, dikutip pada Senin (12/5/2025).

Penurunan paling signifikan terjadi pada hotel berbintang. Pada Februari 2025, hotel berbintang mencatatkan TPK hingga 44,38%. Namun, pada Maret 2025 hanya tersisa 17,60%, atau mengalami penurunan sebesar 26,78 poin. 

Sementara itu, hotel nonbintang juga mencatatkan penurunan TPK dari 21,77% menjadi 11,29%, turun sebesar 10,48 poin.

Menurut Nevi, penurunan ini tidak hanya berdampak pada bisnis perhotelan, tetapi juga mencerminkan lemahnya geliat sektor pariwisata secara umum di Garut.

“TPK adalah indikator penting. Ketika angka hunian menurun, itu artinya lebih sedikit tamu yang datang, lebih sedikit belanja yang terjadi, dan berkurangnya perputaran ekonomi di sektor-sektor pendukung seperti kuliner, transportasi, hingga UMKM,” jelasnya.

Nevi menilai bahwa kondisi ini perlu menjadi perhatian serius, terutama oleh pemerintah daerah dan pelaku industri wisata.

Dia menyarankan agar strategi promosi wisata tidak hanya difokuskan pada momentum tertentu, tetapi dilakukan secara berkelanjutan untuk menjaga minat kunjungan ke Garut.

“Kalau hanya mengandalkan musim liburan atau event besar sesekali, maka efeknya tidak akan terasa panjang. Garut perlu punya strategi jangka menengah hingga panjang untuk menarik wisatawan secara konsisten,” tambah Nevi.

Selain rendahnya TPK, data BPS juga menunjukkan bahwa rata-rata lama menginap tamu di hotel masih tergolong singkat. Di hotel berbintang, tamu rata-rata menginap selama 1,09 malam. Sedangkan di hotel nonbintang, lama menginap hanya 1,01 malam. 

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kunjungan wisatawan ke Garut masih bersifat sementara atau tidak bermalam lebih dari satu malam.

“Ini tantangan lain. Ketika wisatawan tidak betah atau merasa cukup dengan satu malam, maka perlu dievaluasi kembali soal daya tarik destinasi yang ditawarkan. Apakah cukup kuat untuk membuat wisatawan bertahan lebih lama?” kata Nevi.

Dia juga menyinggung soal pentingnya diversifikasi destinasi wisata. Menurutnya, Garut memiliki potensi besar, baik dari segi alam, budaya, maupun kuliner.

Namun, potensi tersebut perlu dikemas lebih menarik dan mudah diakses agar mampu mendongkrak minat wisatawan, termasuk dari luar daerah.

“Garut punya gunung, pantai, air panas, kampung adat, dan produk khas seperti dodol, batik Garutan, dan kerajinan bambu, tetapi kalau tidak dikelola dengan pendekatan pariwisata modern, maka sulit bersaing dengan daerah lain yang terus berinovasi,” ujarnya.

Dampak dari penurunan hunian hotel ini pun diprediksi akan terasa dalam laporan pertumbuhan ekonomi lokal pada kuartal berikutnya. Pasalnya, sektor pariwisata merupakan salah satu pilar penting ekonomi Kabupaten Garut, yang memberi kontribusi pada sektor jasa, perdagangan, serta lapangan kerja informal.

Dia menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor untuk mendorong kebangkitan pariwisata lokal. Pemerintah daerah, asosiasi hotel, komunitas pelaku wisata, hingga masyarakat lokal perlu bergandengan tangan untuk membangun ekosistem wisata yang berkelanjutan.

“BPS hanya menyajikan data, tapi dari data ini, kami harap semua pihak bisa membaca tren dan bergerak bersama. Misalnya membuat kalender wisata tahunan, mengoptimalkan media sosial, hingga mendukung pelatihan SDM pariwisata di tingkat lokal,” ucapnya.

Nevi juga menyebut bahwa pihaknya akan terus memantau perkembangan TPK setiap bulan sebagai bahan evaluasi berkala. Dia menambahkan, pelaporan data TPK bukan hanya kewajiban statistik, tetapi juga dapat menjadi alat navigasi kebijakan pembangunan daerah berbasis data yang akurat.

“Data bukan hanya angka, tapi peta jalan. Jika kita bisa membaca dan mengelolanya dengan bijak, maka akan menjadi dasar untuk mengambil keputusan yang tepat demi kemajuan Garut,” pungkas Nevi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper