Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kota Cirebon Alami Deflasi 1,03% pada Februari 2025

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon mencatat adanya deflasi year-on-year (y-on-y) sebesar 1,03% pada Februari 2025.
Pengunjung memilih barang kebutuhan di salah satu supermarket di Depok, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pengunjung memilih barang kebutuhan di salah satu supermarket di Depok, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, CIREBON - Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon mencatat adanya deflasi year-on-year (y-on-y) sebesar 1,03% pada Februari 2025.

Angka ini menunjukkan adanya penurunan harga secara umum dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat sebesar 103,63.

Kepala BPS Kota Cirebon Aris Budiyanto menjelaskan deflasi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama turunnya harga di beberapa kelompok pengeluaran. 

"Deflasi ini terjadi karena adanya penurunan harga di sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang cukup signifikan, yakni sebesar -12,02%. Selain itu, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan juga mengalami sedikit penurunan, meskipun tidak terlalu besar, yaitu -0,03%," kata Aris, Senin (3/3/2025).

Meskipun secara tahunan mengalami deflasi, sejumlah kelompok pengeluaran tetap mengalami kenaikan harga.

Beberapa kelompok yang mengalami inflasi antara lain kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang naik 0,69%, kelompok pakaian dan alas kaki naik 2,86%, serta kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga yang mengalami kenaikan sebesar 1,93%.

"Kenaikan harga di beberapa kelompok ini masih dalam batas wajar dan tidak terlalu membebani masyarakat secara umum," tambah Aris.

Selain deflasi y-on-y, BPS juga mencatat secara month-to-month (m-to-m), Kota Cirebon mengalami deflasi sebesar 0,78% pada Februari 2025. Artinya, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, harga-harga barang dan jasa di Kota Cirebon mengalami penurunan.

Lebih lanjut, inflasi kumulatif atau year-to-date (y-to-d) Februari 2025 tercatat sebesar -1,54%. Ini menunjukkan bahwa sejak awal tahun hingga Februari, terjadi tren penurunan harga secara umum.

Menurut Aris, tren deflasi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk daya beli masyarakat, ketersediaan pasokan barang, serta kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga.

"Salah satu faktor utama yang berkontribusi pada deflasi adalah turunnya harga di sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Ini bisa disebabkan oleh kebijakan subsidi energi atau penyesuaian tarif listrik dan bahan bakar," jelasnya.

Deflasi umumnya dianggap baik bagi konsumen karena harga barang dan jasa menjadi lebih murah. Namun, jika terjadi dalam jangka panjang, deflasi bisa menjadi sinyal perlambatan ekonomi, di mana daya beli masyarakat melemah dan pelaku usaha mengalami kesulitan meningkatkan pendapatan.

Di sektor makanan dan minuman, kenaikan harga sebesar 0,69% mungkin belum terlalu terasa bagi konsumen, tetapi bagi produsen dan pedagang, hal ini bisa menjadi tantangan tersendiri.

"Pelaku usaha di sektor makanan dan minuman perlu mencermati perubahan harga bahan baku dan menyesuaikan strategi pemasaran mereka agar tetap kompetitif," kata Aris.

Sementara itu, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran mengalami inflasi sebesar 2,26%. Kenaikan ini menunjukkan bahwa sektor kuliner tetap memiliki permintaan yang stabil, meskipun harga beberapa bahan baku mengalami perubahan.

Di sisi lain, kelompok transportasi mengalami kenaikan harga sebesar 1,08%. Ini bisa disebabkan oleh faktor kenaikan harga bahan bakar atau tarif transportasi umum yang mengalami penyesuaian.

Aris menambahkan, pihaknya akan terus memantau perkembangan inflasi dan deflasi di Kota Cirebon, terutama dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan nasional.

"Kami berharap masyarakat dan pelaku usaha tetap waspada terhadap dinamika harga, terutama dalam beberapa bulan ke depan. Jika tren deflasi terus berlanjut, maka perlu ada kebijakan yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan stabilitas harga," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah daerah perlu memperhatikan sektor-sektor yang mengalami inflasi tinggi, seperti pakaian dan alas kaki yang naik 2,86%, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya yang naik 2,30%.

Selain itu, kelompok pendidikan juga mengalami kenaikan sebesar 1,80%, yang kemungkinan besar disebabkan oleh biaya sekolah atau perlengkapan pendidikan yang meningkat.

"Bagi masyarakat, kami sarankan untuk tetap bijak dalam berbelanja dan menyesuaikan pengeluaran dengan kondisi ekonomi saat ini. Sementara itu, bagi pemerintah, penting untuk memastikan bahwa inflasi yang terjadi di sektor tertentu tidak berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper