Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Kopi Garut Anjlok, Petani Terjepit Biaya dan Cuaca

Data BPS mencatat, total produksi kopi hanya mencapai 4.742 ton, anjlok sekitar 27% dibandingkan 2023 yang mencapai 6.508,4 ton.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, GARUT - Produksi kopi di Kabupaten Garut mengalami penurunan drastis pada 2024. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total produksi kopi hanya mencapai 4.742 ton, anjlok sekitar 27% dibandingkan 2023 yang mencapai 6.508,4 ton.

Penurunan produksi kopi di Garut salah satunya disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu. Curah hujan tinggi yang terjadi di awal tahun 2024 mengganggu proses pembungaan dan pembuahan tanaman kopi.

Hal ini diungkapkan oleh Heri, seorang petani kopi asal Kecamatan Pasirwangi yang menyebut musim hujan berkepanjangan menyebabkan banyak bunga kopi rontok sebelum berkembang menjadi buah.

“Dulu kalau masuk bulan April sampai Juni, kami bisa panen dengan hasil maksimal. Tapi tahun ini, banyak bunga kopi yang rontok karena hujan terus-menerus. Buah kopi yang berhasil tumbuh pun tidak sebanyak biasanya,” kata Heri, Selasa (4/3/2025).

Selain itu, cuaca ekstrem juga memicu pertumbuhan hama yang menyerang tanaman kopi. Salah satu jenis hama yang menjadi ancaman adalah Hypothenemus hampei, atau yang lebih dikenal sebagai hama penggerek buah kopi. 

Hama ini menyerang biji kopi sejak masih muda, membuat banyak hasil panen tidak bisa dijual dalam kondisi baik.

“Biasanya bisa mengendalikan hama dengan pestisida alami, tapi karena cuaca lembab dan curah hujan tinggi, hama tetap berkembang pesat. Buah kopi yang sehat jadi semakin sedikit,” kata Heri.

Selain faktor cuaca dan hama, para petani kopi di Garut juga menghadapi tekanan dari kenaikan biaya produksi. Harga pupuk, pestisida, serta biaya tenaga kerja mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.

Hal ini membuat banyak petani kesulitan untuk mempertahankan produktivitas kebunnya.

“Harga pupuk subsidi makin sulit didapat, jadi kami terpaksa beli pupuk nonsubsidi yang harganya bisa dua kali lipat. Selain itu, biaya tenaga kerja juga naik karena banyak pekerja beralih ke sektor lain yang dianggap lebih menjanjikan,” ungkap Heri.

Menurutnya, kenaikan biaya produksi ini tidak diimbangi dengan harga jual kopi yang stabil. Akibatnya, margin keuntungan petani semakin menipis.

“Kalau panen turun seperti sekarang, sementara biaya produksi tetap tinggi, kami bisa rugi besar. Harga jual biji kopi juga naik-turun, jadi kami tidak bisa mengandalkan pendapatan yang pasti,” tambahnya.

Untuk mengatasi masalah ini, para petani berharap ada perhatian lebih dari pemerintah, baik dalam bentuk subsidi pupuk dan pestisida, maupun pelatihan mengenai teknik budidaya kopi yang lebih tahan terhadap perubahan iklim.

Selain itu, petani juga mulai berupaya mencari solusi dengan beralih ke metode pertanian yang lebih ramah lingkungan. 

Beberapa kelompok tani di Garut mulai menerapkan teknik agroforestri, yaitu menanam kopi berdampingan dengan pohon peneduh untuk menjaga kelembaban tanah dan mengurangi dampak cuaca ekstrem.

“Kami coba terapkan sistem tanam yang lebih berkelanjutan, supaya produksi kopi tetap stabil meskipun kondisi cuaca berubah,” ujar Heri.

Di sisi lain, pemerintah daerah diharapkan bisa memberikan dukungan lebih bagi petani kopi Garut, termasuk dalam bentuk pelatihan budi daya kopi adaptif serta peningkatan infrastruktur pertanian.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper