Bisnis.com, GARUT - Pemerintah Kabupaten Garut akan kembali menerapkan pembangunan jalan menggunakan campuran aspal plastik demi efisiensi anggaran, pengurangan sampah, serta penerapan teknologi ramah lingkungan.
Program yang mulai dirintis sejak 2019 ini kini mulai menunjukkan hasil signifikan dalam memperpanjang usia jalan dan mengurangi beban tempat pembuangan akhir (TPA).
Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Garut Gungun Gunawan menjelaskan, gagasan penggunaan plastik sebagai bahan campuran aspal telah dikaji bersama Dinas PUPR sejak lima tahun lalu.
Kala itu, tim melakukan studi banding ke Yogyakarta dan Magelang untuk meninjau penerapan teknologi aspal plastik di jalan menuju kawasan wisata Candi Borobudur.
“Indonesia sebenarnya sudah menerapkan teknologi aspal plastik sejak beberapa tahun lalu. Kami sudah melakukan kajian dan analisis kebutuhan aspal dan plastik sejak 2019. Implementasi di lapangan mulai dilakukan tahun 2021 hingga 2023,” kata Gungun, Selasa (6/5/2025).
Hasil kajian menunjukkan kualitas jalan yang dibangun dengan campuran plastik memiliki daya tahan lebih tinggi dibandingkan aspal konvensional. “Jika jalan rusak dalam waktu satu tahun, itu artinya gagal. Tapi dengan material bagus seperti ini, umur rencana jalan bisa tercapai,” katanya.
Baca Juga
Senada, Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Garut, Dadan Yudha, merinci Kabupaten Garut memiliki total jaringan jalan sepanjang 4.278 kilometer. Rinciannya adalah jalan nasional 105 km, provinsi 272 km, kabupaten 1.022 km, dan desa mencapai 2.879 km. Dari keseluruhan itu, sekitar 214 km dalam kondisi rusak berat.
Dadan menyebutkan penggunaan hotmix atau aspal campuran di Kabupaten Garut rata-rata mencapai 10.355 ton per tahun. Khusus 2023, realisasi penggunaan aspal plastik mencapai 33,68 km dari target 38 km, menambah total realisasi menjadi 50,25 km sejak awal penerapan.
“Setiap satu ton hotmix membutuhkan campuran sekitar 3,5 hingga 5 persen plastik. Dengan penggunaan lebih dari 10 ribu ton hotmix per tahun, potensi serapan plastik sebagai aditif cukup besar. Ini berkelanjutan,” ungkapnya.
Meski ada tambahan biaya untuk pemanasan plastik dan kebutuhan BBM, hasil akhir menunjukkan penghematan biaya pemeliharaan jalan hingga 30%. Jalan menjadi lebih tahan terhadap retak dan genangan air, sehingga cocok untuk kondisi cuaca ekstrem seperti di Garut.
Namun demikian, sejumlah regulasi perlu disiapkan. Saat ini, bahan plastik masih didapatkan secara gratis dari mitra industri seperti PT Chandra Asri. Jika penggunaan diperluas, maka perlu ada regulasi tentang standar biaya, jaminan pasokan, hingga memorandum of understanding (MoU) dengan penyedia bahan baku plastik.
Kabid Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Garut, Nanang pun menyebutkan, Garut menghasilkan sekitar 1.000 ton sampah per hari. Namun, hanya 350 ton yang bisa dikelola. Sisanya masih menumpuk di lingkungan karena keterbatasan TPA dan armada pengangkutan.
“Dari total sampah itu, sekitar 30% atau 300 ton adalah plastik. Ini potensi yang luar biasa jika dimanfaatkan sebagai bahan baku aspal. Tapi masyarakat masih belum sepenuhnya sadar pentingnya memilah dan mengelola sampah sejak dari rumah,” kata Nanang.
Pemkab Garut pun mengklaim sudah melakukan riset bersama Institut Teknologi Garut (ITG) yang menunjukkan sampah plastik lokal dapat dijadikan bahan campuran untuk pembangunan jalan.
“Jangan sampai kita harus mengambil plastik dari luar. Tujuan utama kita adalah mengurangi sampah lokal. Uniga pun siap membantu pemerintah mengedukasi masyarakat dan menyediakan tenaga untuk memilah sampah di desa-desa,” kata Nanang.
Hasil penelitian menunjukkan, setiap kilometer jalan aspal plastik dapat mengurangi emisi karbon hingga 1,5 ton CO2, sekaligus mendorong ekonomi sirkular dengan menciptakan lapangan kerja baru di sektor pengumpulan, pembersihan, dan pencacahan plastik.
Dari sisi investasi, pembuatan jalan dengan aspal plastik memang membutuhkan biaya awal sekitar Rp46 juta per kilometer. Namun efisiensi biaya pemeliharaan jalan bisa menghemat hingga Rp28 miliar dalam jangka panjang.
“Dengan teknologi ini, kualitas jalan meningkat, efisiensi anggaran tercapai, dan lingkungan pun lebih terjaga,” pungkasnya.