Bisnis.com, CIREBON - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon mendesak para pengusaha tambang di kawasan Gunung Kuda untuk segera melakukan reklamasi terhadap lahan bekas galian tambang yang mengalami kerusakan parah.
Desakan ini disampaikan seiring makin terlihatnya dampak lingkungan akibat aktivitas tambang yang berlangsung selama bertahun-tahun di kawasan tersebut.
Kepala DLH Kabupaten Cirebon Iwan Ridwan Hardiawan mengatakan, kewajiban reklamasi telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan dan harus dijalankan oleh setiap pemegang izin tambang.
Meski kewenangan perizinan tambang saat ini berada di tangan pemerintah pusat dan provinsi, pemerintah kabupaten tetap memiliki peran dalam pengawasan dan pengingat terhadap dampak lingkungan yang timbul di daerahnya.
"Reklamasi ini bukan pilihan, tapi kewajiban. Dan kami terus mengingatkan agar para pengusaha tambang menjalankan apa yang sudah mereka janjikan dalam dokumen lingkungannya," ujar Iwan, Kamis (5/6/2025).
Sejak 2020, kewenangan perizinan usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan memang telah berpindah ke pemerintah pusat.
Baca Juga
Namun, pusat kemudian mendelegasikan sebagian kewenangan tersebut ke pemerintah provinsi. Walau demikian, DLH Kabupaten Cirebon tetap menjalankan fungsi pengawasan melalui evaluasi laporan semesteran dari perusahaan tambang.
"Kami tidak tinggal diam. Setiap semester mereka wajib menyerahkan laporan pengelolaan lingkungan. Di dalamnya kami cek apakah aktivitas pertambangan sesuai dengan dokumen UKL-UPL atau AMDAL yang mereka miliki," kata Iwan.
Meski ada kewajiban administratif tersebut, kenyataan di lapangan menunjukkan kawasan Gunung Kuda telah mengalami perubahan bentang alam yang signifikan.
Berdasarkan hasil pengamatan DLH, termasuk melalui citra satelit dari tahun 2009 hingga saat ini, tutupan vegetasi di area tambang terus mengalami degradasi.
"Kalau dilihat dari foto satelit, dulu itu masih hijau. Sekarang sebagian besar kawasan sudah gundul. Itu jelas berdampak besar terhadap kualitas lingkungan," ujar Iwan.
Menurut Iwan, salah satu dampak paling nyata adalah menurunnya daya resap air tanah di kawasan bekas tambang.
Tanah yang sebelumnya mampu menyerap air hujan secara alami, kini telah kehilangan fungsi hidrologisnya akibat terbukanya lahan secara masif. Hal ini meningkatkan risiko bencana seperti banjir dan longsor.
"Peresapan air itu terganggu. Fungsi ekologis tanah sudah berubah. Ini tidak bisa dianggap sepele," tegasnya.
DLH Kabupaten Cirebon menilai untuk mengembalikan fungsi lingkungan yang telah rusak, dibutuhkan kajian lebih mendalam oleh para ahli.
Iwan belum tahu estimasi pasti berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan kondisi ekologis Gunung Kuda secara menyeluruh.
"Saya tidak bisa menyampaikan secara langsung harus berapa lama pemulihannya. Harus ada pengkajian khusus, karena kerusakan lingkungan itu tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat," ujarnya.
Secara prinsip, setiap pengusaha tambang memiliki tanggung jawab penuh untuk melakukan reklamasi pasca tambang. Hal ini biasanya sudah tercantum dalam dokumen perencanaan tambang yang disahkan saat proses izin.
"Sudah ada hitung-hitungannya. Jadi bukan sesuatu yang mendadak. Harusnya mereka sudah menyiapkan dana dan rencana reklamasi sejak awal," tambah Iwan.
DLH berharap pemerintah provinsi sebagai pemegang kewenangan pengawasan utama segera mengambil langkah tegas terhadap pengusaha yang lalai dalam menjalankan kewajiban reklamasi.
Selain itu, Iwan juga mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi dan melaporkan jika menemukan indikasi pelanggaran atau kerusakan lingkungan baru akibat aktivitas tambang.
"Kami juga berharap masyarakat bisa aktif melaporkan. Ini menyangkut masa depan lingkungan kita bersama," pungkasnya.
Tebing batu di area tambang Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, runtuh secara tiba-tiba pada Jumat (30/5/2025).
Material longsoran yang berasal dari tebing setinggi puluhan meter itu langsung menimpa sejumlah pekerja, alat berat, dan kendaraan yang sedang beroperasi di lokasi. Dalam kejadian nahas itu, 21 penambang tewas dan empat lainnya tidak ditemukan.