Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jual Mukena Kena Pajak? Berikut Penjelasannya

Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, BANDUNG - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyebutkan barang berupa mukena tidak termasuk dalam jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Artinya mukena merupakan Barang Kena Pajak, sehingga atas penyerahan atau penjualannya di dalam Daerah Pabean Indonesia terutang PPN sebesar 10%.

PPN akan terutang dalam hal yang melakukan penyerahan atau penjualan mukena itu adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pengusaha yang seharusnya sudah dikukuhkan sebagai PKP.

Pengusaha wajib mengukuhkan diri sebagai PKP apabila dalam suatu tahun buku peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya telah melebihi Rp4,8 miliar.

Apabila tidak, maka Ditjen Pajak dapat melakukan pengukuhan PKP secara jabatan dan kewajiban perpajakan (PPN) tetap terutang (dapat ditagih) sejak peredaran brutonya melebihi Rp4,8 miliar.

Dengan demikian, PKP yang melakukan penjualan mukena terutang PPN sebesar 10% dari harga jual dan wajib membuat Faktur Pajak atas penjualan mukena tersebut. PPN adalah pajak tidak langsung, sehingga beban PPN sebesar 10% dari harga jual mukena tersebut ditanggung oleh konsumen atau pembeli.

Lalu berapa jumlah PPN yang harus disetor kepada kas negara oleh PKP?

Indonesia mengenal mekanisme Pajak Keluaran dan Pajak Masukan dalam sistem pemungutan PPN.

PPN yang dipungut oleh PKP atas hasil penjualan mukena disebut sebagai Pajak Keluaran.

Pada waktu PKP penjual mukena melakukan pembelian mukena dari PKP lain (misalnya pabrikan) dan dikenakan PPN, maka PPN tersebut disebut sebagai Pajak Masukan.

Jumlah yang disetor ke kas negara oleh PKP pada setiap bulannya adalah selisih antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan (dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan).

Jika Pajak Keluaran lebih kecil daripada Pajak Masukan maka selisihnya dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi (pengembalian). Syarat dan ketentuan berlaku.

Perhitungan PPN ini dituangkan dalam SPT Masa PPN yang wajib dilaporkan paling lambat akhir bulan berikutnya juga.

Contoh:

Anton sebagai PKP menjual 5.000 mukena dalam bulan Mei 2019. Harga jual satu lembar mukena sebesar Rp3.500.000,00. Anton ketika menjual mukena itu wajib memungut PPN. Jika terjual ludes, total PPN yang dipungut Anton adalah sebesar Rp1,75 miliar (5.000xRp3.500.000,00x10%).

Anton membeli 5.000 mukenanya dari PKP yang lain (pabrikan) sebesar Rp2.000.000,00 per lembar mukena. Pada saat membeli itu, Anton dipungut PPN sebesar 5.000xRp2.000.000,00x10% = Rp1 miliar oleh PKP Pabrikan.

Jadi, jumlah PPN yang disetor ke kas negara paling lambat akhir bulan berikutnya (sebelum melaporkan SPT Masa PPN) adalah sebesar Rp 750 juta (Pajak Keluaran sebesar Rp1,75 miliar dikurangi Pajak Masukan sebesar Rp1 miliar).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ajijah
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper