Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

FORMASI dan APTI Tetap Menolak Rencana Kenaikan Cukai Rokok Tahun Depan

Dua organisasi industri hasil tembakau (IHT) besar di tanah air, masing-masing Forum masyarakat Industri rokok seluruh Indonesia (Formasi) dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) , tetap menolak rencana kenaikan cukai tembakau di tahun 2021.
Pekerja menjemur tembakau rajang di Sidowangi Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (21/9/2020). Petani setempat mengaku terpaksa menyimpan hasil panen di gudangnya karena harga tembakau turun dan kesulitan menjual hasil panennya karena tidak ada permintaan dari pabrik. ANTARA
Pekerja menjemur tembakau rajang di Sidowangi Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (21/9/2020). Petani setempat mengaku terpaksa menyimpan hasil panen di gudangnya karena harga tembakau turun dan kesulitan menjual hasil panennya karena tidak ada permintaan dari pabrik. ANTARA

Bisnis.com, BANDUNG-Dua organisasi industri hasil tembakau (IHT) besar di tanah air, masing-masing Forum masyarakat Industri rokok seluruh Indonesia (Formasi) dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) , tetap menolak rencana kenaikan cukai tembakau di tahun 2021.

Alasannya, rencana kenaikan cukai tidak akan efektif menaikkan penerimaan negara. Semakin cukai rokok naik, harga rokok menjadi semakin tinggi, penjualan rokok menjadi semakin susah. Akhirnya yang laku di pasaran adalah rokok rokok illegal yang tidak menggunakan label cukai. Akibatnya penerimaan negara dari sisi cukai juga akan menurun drastis.

Hal tersebuat disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Formasi JP Suhardjo, Ketua APTI Jawa Barat. Suryana, dan Ketua APTI Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahminudin, kepada pers kemarin di Jakarta.

“Seluruh anggota Formasi, merasa berat jika tarif cukai naik. Kenaikan tarif cukai tidak akan efektif terhadap penerimaan negara. Sebab selama ini peredaran rokok ilegal semakin marak. Kalau tarif cukai naik, ini malah memberi rongga kepada pelaku ilegal untuk giat produksi,” papar Sekjen Formasi JP Suhardjo.

Suhardjo, pemerintah harus mempertimbangkan perlindungan kepada pabrikan menengah kecil sebelum mengeluarkan kebijakan. Jika ada pertimbangan target penerimaan negara, pihaknya tidak memungkiri hal itu. Namun tentu sasarannya bukan rokok saja, ada bidang lain yang bisa dikelola.

ini anggota Formasi mencapai sekitar 60 – 70 pabrikan. Jumlah buruhnya lebih dari 30 ribu orang. 70 persen dari anggota Formasi masih bertahan. Seharusnya para pabrik rokok yang tetap mempekerjakan para buruhnya diberikan perlindungan. Bukan malah dimatikan lewat kenaikan tarif cukai rokok yang besar setiap tahunnya.

“Kenaikan tarif cukai memberatkan industri, rokok. Karena itu, Idealnya tarif cukai tetap, itu lebih baik. Tidak dinaikan. Apalagi karena ini masa COVID, semua kena pengaruhnya. Semua sektor lesu. Kalau tarif cukai naik, saya tidak tahu lagi, bisa semakin banyak yang gulung tikar,” jelasnya.

Menurut Sekjen Formasi, jika pemerintah tetap menaikan cukai rokok akan muncul efek domino. Sektor lain juga kena, petani juga kena. Terdampak semua.

“Kami harapkan ibu Menkeu Sri Mulyani bisa lebih bijaksana. Melindungi sektor tenaga kerja dan industri rokok supaya lebih berkembang,” papar JP Suhardjo.

Hal senada di sampaikan Suryana dan Sahminudin. Menurut Suryana, kenaikan cukai rokok akan menekan industri rokok. Jumlah produksi dan penjualan rokok akan menurun karena harga rokok akan naik. Peredaran rokok illegal akan naik. Otomatis, industri rokok juga akan menekan pembelian tembakau dari para petani tembakau. Petani tembakau semakin dirugikan.

“Kalau pemerintah berencana menaikan cukai rokok sampai dua dijit untuk memperbesar penerimaan negara dari cukai, itu salah. Apa artinya cukai rokok naik, harga rokok naik. Tapi penjualan menurun. Pendapatan negara tetap turun.Ini yang harus diperhatikan oleh Ibu menteri dan para pejabat di kementrian keuangan,” papar Ketua APTI Jawa Barat, Suryana.

Pengalihan Isu

Ketua APTI NTB Sahminudin menyampaikan, organisasinya pada hari senin lalu dipimpin ketua umum APTI Agus Parmudji mengadakan aksi penolakan rencana kenaikan cukai, di depan Istana Presiden.

Tiga orang perwakilan APTI diterima oleh Kantor Sekretariat Presiden (KSP). Dalam pertemuan tersebut disampaikan, pemerintah akan menaikkan cukai rokok setelah Pilkada serentak bulan Desember. Cukai rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT), tidak dinaikkan. Sekiranya dinaikkan, naiknya sangat minimal. Sementara rokok non SKT akan dinaikan sebesar 19 persen.

“Kebijakan tersebut tidak akan menolong petani. Petani tembakau tetap rugi. Sebab, SKT itu pemakaian tembakaunya sangat rendah. Produksi rokok SKT itu hanya sekitar 18 persen dari jumlah rokok yang diproduksi di tanah air. Selebihnya rokok sigaret kretek mesin regular atau SKMR sekitar 44 persen. SKM light 32 persen. Sisanya rokok sigaret putih mesin atau SPM,” papar Sahminudin.

Menurut Sahminudin, karena jumlah produksi rokok SKT sangat kecil, jumlah tenaga kerja dan tembakau yang terserap juga sangat sedikit.. Sehingga apabila hanya rokok jenis SKT yang cukainya tidak dinaikkan, itu tetap merugikan petani dan industri rokok nasional.

Menurut Suryana, kebijakan yang akan diambil pemerintah itu, seakan berpihak kepada petani dan buruh. Padahal justru merugikan buruh dan petani tembakau.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ajijah
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper