Bisnis.com, CIREBON - Produksi garam laut petani di Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terpaksa mundur. Hal tersebut lantaran pada musim kemarau tahun ini masih seringkali diguyur hujan.
Ismail Marzuki (35), petani garam di desa tersebut menyebutkan, pada Mei 2021 akhir, ia bersama petani lainnya memulai mengolah lahan, namun di tengah masa tanam hujan ringan beberapa kali turun.
"Kalau tidak ada hujan, akhir Agustus ini pasti sudah panen, tetapi semua rusak. Sekarang mulai garap lagi, kemungkinan oktober baru panen kalau tidak hujan," kata Ismail di Kabupaten Cirebon, Senin (16/8/2021).
Selain hujan yang masih mengguyur, kata Ismail, pasangnya air laut atau rob pun sering kali merendam lahan tambak garam. Produksi garam tahun-tahun sebelumnya pun masih tersimpan.
Ismail mengatakan, banyak petani garam hasil produksi di beberapa titik Jalan Raya Pantai Laut Utara (Pantura). Hal tersebut beberapa penuhnya stok garam di dalam gudang penyimpanan.
Beberapa karung penyimpan garam terlihat mulai mengalami kerusakan, alhasil garam hasil produksi para petani di Kecamatan Pangenan pun berserakan dan bercampur dengan lumpur.
"Saat ini, harga garam juga tidak mengalami kenaikan harga hanya Rp400 per kilogram. Padahal, awal tahun lalu sampai Rp1.000," kata Ismail.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum lama ini memutuskan akan melakukan impor garam sebanyak 3,07 ton.
Impor garam yang diputuskan tahun ini sebenarnya kebih kecil dari proyeksi kebutuhan garam nasional yang mencapai 4,6 juta ton dengan kebutuhan industri sekitar 3,8 juta ton di antaranya.
Berdasarkan neraca garam 2020, volume garam impor berkontribusi hingga 50,29 persen dari ketersediaan garam nasional. Kebutuhan garam nasional tahun lalu sebesar 4,46 juta ton dengan kebutuhan industri mencapai 83,86 persen atau 3,74 juta ton.
Hingga akhir 2020, garam dari petambak domestik diramalkan akan mencapai 2,8 juta ton seangkan stok garam lokal dari 2019 mencapai 2,1 juta ton.