Bisnis.com, BANDUNG--BUMD PT Jasa Medivest yang bergerak di bidang pengelolaan limbah medis mencatat masih banyak tantangan sekaligus peluang pengelolaan limbah B3 di fasilitas layanan kesehatan.
Direktur Utama PT Jasa Medivest Beni Cahyadi mengatakan sebagai BUMD yang sudah lama bergerak di bidang pengelolaan limbah B3 medis dari fasyankes dan industri farmasi ada beberapa tantangan serta peluang agar bisnis ini terus berkembang.
Menurutnya dari sisi simpul logistik saat ini masih terbatas bagi fasyankes-fasyankes kecil.
"Selain itu terbatasnya tempat penyimpanan limbah sementara pada fasyankes-fasyankes kecil," katanya di seminar Kebijakan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, di kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar, Kota Bandung, Selasa (30/7/2024).
Selain itu, loading limbah B3 di fasyankes dan jumlah fasyankes di Jawa Barat yang terus bertambah menjadi peluang segar bagi bisnis ini. Namun laju bisnis ini menurutnya makin berisiko karena di fasyankes masih terdapat pemahaman pada pengadaan pengelolaan limbah B3 di pihak ketiga terkait harga.
"Bahwa yang paling murah adalah yang terbaik," katanya.
Baca Juga
Karena itu Beni mengusulkan agar pemerintah daerah terus mendorong fasilitas-fasilitas penghasil limbah B3 dikelola dengan baik berbasis kewilayahan. "Jasa Medivest sebagai badan usaha yang dimiliki Pemprov Jabar siap dan mampu menjadi mitra strategis pemda," ujarnya.
Menurutnya pengalaman Jasa Medivest mengelola limbah B3 sudah lebih dari 17 tahun, hal ini ditopang dengan kapasitas pengolahan harian 24 ton dengan 2 unit incenerator ramah lingkungan. "Ini dilengkapi dengan TPS berkapasitas 500 ton dan cool storage 15 ton," tuturnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jabar Prima Mayaningtyas mengatakan secara umum mayoritas kondisi pengelolaan limbah di fasyankes masih menjadi persoalan. Mulai dari belum mengidentifikasi limbah B3 yang dihasilkan, belum melakukan pencatatan & pengisian neraca LB3.
"Menyerahkan LB3 ke pihak ketiga yang belum memiliki izin/ persetujuan teknis dan SLO. Belum melaporkan pengelolaan LB3 yang dilakukan. Belum memiliki fasilitas TPS LB3 yang memadai juga belum memiliki izin/rincian teknis TPS LB3 dan tidak memiliki izin/ persetujuan teknis dan SLO insinerator LB3," tuturnya.
Kondisi ini terjadi karena fasyankes fokus pada pelayanan kesehatan bukan pada penanganan limbah B3, kemudian adanya keterbatasan SDM yang khusus mengelola urusan tersebut, hingga fasilitas pengolah limbah medis (insinerator) yang dimiliki fasyankes belum memenuhi persyaratan teknis.
"Selain itu kendalanya, lokasi fasyankes dekat dengan permukiman penduduk, tidak memenuhi persyaratan untuk mengoperasikan insinerator," pungkasnya.