Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Respons Sesak Kelas Pekerja di Cirebon soal Kenaikan PPN 12%

Para pekerja mengkhawatirkan PPN 12% akan menyebabkan kenaikan harga, dari barang seperti pakaian anak hingga layanan kesehatan, yang menambah beban hidup.
Ilustrasi pengemudi ojek online. Para pekerja, baik formal maupun informal dapat terdampak oleh kenaikan PPN jadi 12%. / Bisnis-Fanny Kusumawardhani
Ilustrasi pengemudi ojek online. Para pekerja, baik formal maupun informal dapat terdampak oleh kenaikan PPN jadi 12%. / Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, CIREBON — Kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 memicu reaksi beragam di kalangan masyarakat, khususnya pekerja di Cirebon, Jawa Barat. Meskipun selisihnya hanya 1%, dampak kenaikan pajak dianggap sebagai beban berat karena banyaknya kebutuhan yang harus mereka penuhi.

Kebijakan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang bertujuan meningkatkan penerimaan negara sekaligus memperbaiki struktur perpajakan. Namun, di sisi lain, beban yang dirasakan masyarakat menjadi perhatian.

Mujadid (35), buruh percetakan di Kanggraksan, Kota Cirebon mengaku khawatir dengan kenaikan PPN tersebut. Dengan penghasilan bulanan yang pas-pasan, dia merasa kenaikan harga barang akibat PPN% akan semakin mempersempit ruang geraknya dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

"Gaji saya per bulan hanya Rp2,1 juta. Setiap bulan saya harus bayar kontrakan, listrik, dan kebutuhan rumah tangga. Kalau harga kebutuhan pokok naik karena PPN, mau enggak mau saya harus terus mengurangi pengeluaran lain," kata Mujadid, Selasa (24/12/2024).

Dia juga menyoroti dampak pada barang kebutuhan pokok. Meskipun sebagian bahan pokok tidak dikenakan PPN, barang-barang pendukung lainnya seperti buah-buahan pakaian anak-anak tetap akan terkena dampak kenaikan pajak ini.

"Barang-barang kebutuhan itu tetap penting buat kami. Kalau harganya naik, ya otomatis beban tambah berat," keluhnya.

Tidak hanya buruh pabrik, pekerja sektor jasa juga merasakan keresahan. Khalil (32) mengatakan, seorang pengemudi ojek online di Cirebon,mengatakan kebijakan ini bisa memperburuk kondisi ekonomi para pekerja informal.

Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih peka terhadap kondisi masyarakat bawah yang sudah kesulitan bertahan di tengah inflasi dan kenaikan harga bahan bakar beberapa waktu lalu.

"Kalau dinaikkan terus, kapan masyarakat kecil kayak kami bisa nafas lega? Harusnya pemerintah lebih fokus perbaiki pelayanan dan bantu usaha kecil dulu," tambahnya.

Perlu diingat, PPN merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi atau saat seseorang membeli suatu barang/jasa. Artinya, tidak peduli orang itu kaya atau miskin, pekerja atau pengangguran, tua atau muda, mereka akan membayar pajak saat membeli suatu barang/jasa yang kena PPN.

Hal itu membuat buruh pabrik maupun pengemudi ojol seperti Khalil akan turut terdampak kenaikan PPN jadi 12%.

Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Cirebon Acep Sobaruddin mengatakan bahwa kenaikan PPN akan semakin menekan daya beli masyarakat kecil. Menurutnya, beban hidup buruh sudah berat tanpa kebijakan tersebut, apalagi jika pajak konsumsi dinaikkan.

Menurutnya, mayoritas buruh di Kabupaten Cirebon sudah kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka dengan upah yang diterima. 

"Upah Minimum Kabupaten [UMK] Cirebon tahun 2024 memang mengalami kenaikan, tetapi masih jauh dari mencukupi untuk hidup layak. Kenaikan PPN ini justru akan membuat harga barang-barang kebutuhan pokok semakin mahal,” kata Acep.

Dia menambahkan, PPN sebesar 12% akan berdampak pada hampir semua sektor, mulai dari makanan, bahan bakar, hingga kebutuhan rumah tangga lainnya.

"Masyarakat kecil seperti kami yang tidak memiliki pendapatan besar akan sangat merasakan dampaknya. Jika kebijakan ini tetap dilaksanakan, pemerintah seperti tidak memikirkan nasib buruh dan rakyat kecil," tegasnya.

Tuntut Batalkan PPN 12%

Berdasarkan data yang dihimpun oleh SPN Kabupaten Cirebon, lebih dari 60% pengeluaran rumah tangga buruh dialokasikan untuk kebutuhan pokok seperti makanan, listrik, dan transportasi.

Dengan kenaikan tarif PPN, diperkirakan harga barang-barang ini akan melonjak, mengurangi daya beli buruh yang sudah terbatas.

"Kami sudah hidup pas-pasan. Kalau harga bahan makanan seperti beras, minyak goreng, dan sayuran naik karena PPN 12%, bagaimana kami bisa bertahan?" tanya seorang buruh pabrik garmen yang enggan disebutkan namanya.

Melalui SPN, buruh Kabupaten Cirebon menyerukan agar pemerintah membatalkan rencana kenaikan PPN tersebut. Mereka menuntut agar pemerintah lebih fokus pada upaya memperbaiki kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan upah dan menekan harga kebutuhan pokok.

Selain itu, SPN Kabupaten Cirebon juga mengusulkan agar pemerintah mencari alternatif sumber pendapatan negara yang tidak membebani masyarakat kecil. Menurut Acep, pengelolaan anggaran yang lebih efisien dan pengurangan pemborosan dalam belanja negara bisa menjadi solusi.

"Kami tidak hanya akan diam. Kami akan menyuarakan aspirasi kami dengan damai, tetapi tegas. Buruh adalah tulang punggung perekonomian, dan kami berharap pemerintah mengerti itu," kata Acep.

Aksi ini juga akan melibatkan masyarakat umum yang merasa keberatan dengan kebijakan tersebut. Menurut Acep, solidaritas dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk menunjukkan bahwa penolakan terhadap kenaikan PPN bukan hanya kepentingan buruh, tetapi juga kepentingan masyarakat luas.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper