Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lima Tahun Tanpa Lompatan, Industri Batik Cirebon Mandek

Pada tahun 2020, tercatat ada 595 perusahaan batik, dan angka itu tetap stagnan di 597 perusahaan dari tahun 2021 hingga 2025.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, CIREBON- Industri batik di Kabupaten Cirebon mengalami stagnasi dalam lima tahun terakhir. Meski nilai investasi dan produksi menunjukkan kenaikan tipis, tidak ada lonjakan berarti dalam jumlah perusahaan maupun tenaga kerja sejak tahun 2020 hingga pertengahan 2025. 

Kondisi ini menjadi cermin tantangan struktural yang dihadapi sektor unggulan warisan budaya tersebut.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com, jumlah perusahaan batik hanya naik dua unit dalam lima tahun. Pada tahun 2020, tercatat ada 595 perusahaan batik, dan angka itu tetap stagnan di 597 perusahaan dari tahun 2021 hingga 2025.

Artinya, tidak ada penambahan signifikan yang menandakan ekspansi usaha secara umum.

Situasi stagnan juga terjadi pada aspek ketenagakerjaan. Selama lima tahun, jumlah tenaga kerja di sektor batik tetap berada di angka 5.983 orang. Tidak ada pertumbuhan berarti yang menunjukkan peningkatan kapasitas serapan tenaga kerja, meski industri lain di Cirebon seperti konveksi atau roti mengalami dinamika naik.

Nilai investasi industri batik mengalami peningkatan tipis dari Rp39,2 miliar pada 2020 menjadi Rp39,7 miliar pada 2024. Kenaikan sekitar Rp551 juta selama lima tahun tersebut menjadi satu-satunya indikator yang bergerak, meski skalanya belum mampu mendorong transformasi signifikan terhadap pertumbuhan industri.

“Tren investasi memang naik, tapi masih bersifat konservatif. Artinya, pelaku industri batik cenderung bertahan daripada berekspansi. Ini menandakan iklim usaha yang masih belum cukup mendukung untuk lompatan industri,” ungkap laporan resmi Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Cirebon.

Produksi batik selama lima tahun terakhir juga memperlihatkan stagnasi yang sama. Kapasitas produksi pada 2020 mencapai 42.104 kodi, dan secara perlahan meningkat menjadi 42.782 kodi pada 2024. 

Kenaikan sekitar 678 kodi selama lima tahun atau rata-rata hanya 135 kodi per tahun ini menjadi bukti lambatnya pertumbuhan kapasitas produksi di lapangan.

Adapun nilai produksi industri batik juga menunjukkan stagnasi pada angka Rp678 juta per tahun dari 2020 hingga 2023, sebelum naik tipis menjadi Rp688 juta pada tahun 2024.

Kenaikan Rp10 juta itu tergolong minor jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain seperti konveksi yang terus meningkat signifikan dari sisi nilai produksi dan kapasitas industri.

Akar permasalahan tersebut diklaim karena tidak adanya keseriusan pemerintah menata Kawasan Batik Trusmi. Kawasan ino trotoarnya disesaki pedagang kaki lima, kabel utilitas menjuntai semrawut, dan badan jalan beraspal tambal sulam yang memantulkan getir harapan warga. 

Alih-alih kawasan wisata tertib dan nyaman, Trusmi menyerupai pasar darurat. Kabel utilitas menjuntai rendah dari tiang ke tiang, menjalar ke ruko-ruko bak akar di udara. Trotoar habis terokupasi lapak, sepeda motor parkir sembarangan, sementara pejalan kaki berjalan menepi ke bahu jalan yang rusak.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendesak Pemerintah Kabupaten Cirebon segera melakukan perubahan tata ruang secara menyeluruh. Desakan itu disampaikan mengingat potensi budaya, sejarah, dan ekonomi Kabupaten Cirebon yang dinilai belum tergarap secara maksimal.

Dedi menegaskan Kabupaten Cirebon memiliki identitas khas yang sangat kuat, mulai dari arsitektur bangunan, kuliner, hingga nilai-nilai kebudayaan Islam yang tertanam sejak masa kerajaan-kerajaan di Tanah Jawa.  

Namun, potensi tersebut terancam hilang jika tata ruang tidak segera diatur dengan pendekatan yang selaras dengan nilai historis dan karakter lokal. 

"Yang pertama, infrastrukturnya ke depan harus secara bersama-sama dibenahi, dari pusat kota sampai desa. Infrastrukturnya bukan hanya jalan, tapi bangunan-bangunan harus ditata arsitekturnya, dikembalikan ke khas gaya Kacirebonan,” ujar Dedi. 

Menurutnya, wajah Kabupaten Cirebon harus mencerminkan nilai sejarah dan budaya yang khas. Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah daerah segera menyusun dan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Arsitektur Budaya Khas Cirebon yang secara khusus mengatur tentang bentuk, pola, dan penataan kawasan agar sesuai dengan identitas lokal. 

Bali bisa kokoh karena tertata, karena mereka menjadikan ruh budaya sebagai satu kesatuan. Nah, Cirebon juga bisa. Kita tidak cukup hanya menjual alam. Budaya dan tata ruang harus dijadikan fondasi pembangunan,” tegasnya. Tak hanya soal arsitektur bangunan,

Dedi juga meminta Pemkab Cirebon memperhatikan penataan sektor kuliner dan industri kreatif. Ia menilai makanan khas Cirebon sudah mulai menasional dan digemari masyarakat luar daerah, namun penyajiannya masih belum tertata.  

Ia mendorong adanya standarisasi outlet makanan, penataan kawasan kuliner, serta pengembangan desain yang mendukung pariwisata budaya. “Ke depan, tempat-tempat makanannya harus ditata, outlet-outletnya diperbaiki. Bukan hanya soal rasa, tapi tampilan dan atmosfer tempat makannya juga harus khas,” ujarnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper