Bisnis.com, CIREBON - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan seluruh penyelenggara pinjaman online (pinjol) berbasis teknologi yang beroperasi di Ciayumajakuning wajib memperkuat manajemen risiko menjelang diberlakukannya kewajiban pelaporan data ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) mulai 31 Juli 2025.
Langkah ini ditempuh guna menekan risiko kredit bermasalah yang semakin meningkat akibat tingginya angka gagal bayar di beberapa kota dan kabupaten, termasuk di kawasan Cirebon Raya.
"Kami telah mengidentifikasi adanya lonjakan pengaduan terkait pinjaman online dalam tiga bulan terakhir di wilayah Ciayumajakuning. Banyak masyarakat yang mengambil pinjaman tanpa mempertimbangkan kemampuan bayar. Ini tentu menjadi perhatian serius," Kepala OJK Cirebon Agus Muntholib, Selasa (8/7/2025).
Agus menjelaskan, semua penyelenggara P2P lending diwajibkan untuk menilai secara ketat kemampuan bayar (repayment capacity) serta memastikan validitas data melalui sistem electronic Know Your Customer (e-KYC) sebelum menyetujui pengajuan pinjaman.
Aturan ini merujuk pada Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 yang mewajibkan penyelenggara untuk memastikan bahwa jumlah pinjaman sesuai dengan profil risiko dan keuangan borrower.
Lebih jauh, penyelenggara juga dilarang memfasilitasi pinjaman kepada peminjam yang telah mendapat pembiayaan dari lebih dari tiga platform.
Baca Juga
Langkah ini dilakukan untuk menghindari praktik gali lubang tutup lubang yang kini mulai marak terjadi, terutama di daerah dengan penetrasi literasi keuangan yang masih rendah.
"Jangan sampai hanya karena kemudahan akses, masyarakat kemudian menganggap enteng utang digital. Kami mendorong penyelenggara agar lebih selektif, termasuk melalui skoring kredit yang obyektif," jelasnya.
Sebagai bagian dari penguatan manajemen risiko, OJK menetapkan seluruh platform P2P lending harus menjadi pelapor aktif dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) paling lambat 31 Juli 2025. Aturan ini diatur dalam Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2024.
“Dengan masuknya data Pindar ke dalam SLIK, kami bisa membangun peta utang setiap individu. Lembaga keuangan jadi bisa melihat apakah seseorang masih layak dibiayai atau tidak,” tutur Agus.
OJK Cirebon mencatat, dari sekitar 1,2 juta penduduk aktif usia produktif di wilayah Ciayumajakuning, sekitar 23 ribu pengguna aktif layanan pinjaman online kini berada dalam status resiko tinggi akibat menunggak lebih dari 90 hari.
OJK juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah tergiur pinjaman online tanpa memperhatikan legalitas penyedia jasa. Menurut Agus, masih banyak warga di pedesaan wilayah timur Cirebon dan Kuningan yang mengakses pinjaman melalui aplikasi yang tidak terdaftar.
"Selain memperketat dari sisi penyelenggara, kami terus gencarkan edukasi. Jangan sampai masyarakat meminjam dari aplikasi ilegal, yang malah membahayakan," katanya.
Terakhir, OJK menegaskan akan melakukan langkah penegakan kepatuhan kepada setiap penyelenggara yang melanggar ketentuan. Penindakan akan dilakukan sesuai hukum yang berlaku, termasuk kemungkinan pembekuan izin operasional.
Dengan penguatan pengawasan ini, OJK berharap industri P2P lending di wilayah Ciayumajakuning dapat tumbuh sehat, mendukung inklusi keuangan, sekaligus melindungi masyarakat dari jebakan utang jangka panjang yang tidak terkontrol.