Bisnis.com, BANDUNG--Keberhasilan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dalam mengentaskan desa tertinggal dan desa sangat tertinggal tak terlepas dari adanya kebijakan RPJMD 2018-2023.
Seperti diketahui, di tahun 2023 ini sudah tidak ada lagi desa tertinggal dan desa sangat tertinggal di Jawa Barat.
"Pencapaian ini adalah suatu pencapaian yang menurut hemat saya satu prestasi sendiri yang diperoleh oleh kita dalam penanganan atau pengelolaan desa ini. Tentu ini semua tidak terlepas dari kebijakan sehingga pencapaian itu bisa kita peroleh di tahun 2023 ini," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Jawa Barat Dicky Saromi, dikutip Minggu (20/8/2023).
Dalam mengklasifikasikan desa, indeks desa membangun (IDM) ini menjadi kunci dan juga menjadi indikator kinerja utama (IKU) Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
"Indeks desa membangun, siapa yang mengeluarkan? Kementerian desa dengan peraturan menteri desanya nomor 2 tahun 2016 jadi kita gunakan ini sebagai sesuatu yang secara regulasi memang diatur oleh kementerian terkait," ungkapnya.
Dicky menjelaskan, IDM ini memiliki beberapa tingkatan. IDM desa sangat tertinggal itu 0,49 ke bawah, kemudian 0,49-0,56 itu desa tertinggal, lalu 0,59-0,70 itu desa berkembang, 0,70-0,80 itu desa maju dan 0,81 ke atas itu desa mandiri.
"Oleh karena itu dalam indeks desa membangun ini maka fungsi-fungsi untuk memberikan ketepatan intervensi dan bagaimana kita mengklasifikasikan desa inilah yang menjadi pegangan kita dalam merumuskan kebijakan-kebijakan pembangunan desa," katanya.
Baca Juga
IDM ini pun memiliki tiga faktor yakni sosial, ekonomi dan lingkungan.
"Yang sosial ada kesehatan, pendidikan. Yang ekonomi ada akses logistik, akset pusat, akses perbankan. Yang lingkungan ada bencana alam, tanggap bencana dan seterusnya," sebutnya.
Menurutnya, karena desa merupakan indeks komposit, bisa jadi ada desa mandiri yang konsen dan kuat dilingkungannya, ada desa mandiri yang kuat di sosialnya, dan ada desa mandiri yang kuat di ekonominya.
"Jadi ini adalah sesuatu yang kita katakan sebagai satu indeks rata rata tetapi menjadi pegangan kita semua karena secara rata rata pun menunjukkan bahwa variabel ini sudah cukup baik di desa desa tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPD Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Jawa Barat Suhenda mengatakan ada beberapa desa yang ingin dicap sebagai desa tertinggal demi ingin mendapatkan dana bantuan.
"Merasa malu karena kriteria apa yang dulu mereka ajukan di saat tertinggal pun sebetulnya tidak masuk kriteria, cuman karena ingin dapat anggaran saja," katanya.
Menurutnya, hal itu ditengarai karena mekanisme untuk pengajuan permohonan bantuan desa yang rumit. Bahkan, para kepala desa harus meminta surat rekomendasi dari pemerintah kabupaten/kota.
"Ada mekanisme yang agak ruwet, makan waktu. Maka ketika audiensi dengan Pak Gubernur waktu itu kami memohon ketika ada desa-desa yang dianggap harus dibantu dari sisi pembangunan diluar desa-desa yang masih bagus, PAD cukup besar, tapi ada desa-desa yang harus dibantu oleh Provinsi Jawa Barat. Tapi karena SIPD nya harus direkomendasi kabupaten, ini jadi mandek, susah para kepala desa untuk SIPD itu," paparnya.
Suhenda berpandangan, sulitnya permohonan bantuan desa ini karena melihat kepala desa yang tidak beraliansi saat pencalonan para bupati dan wali kota.
"Jadi bupati dan wali kota yang ada di Provinsi Jawa Barat semuanya dicalonkan oleh partai, sehingga ketika dianggap para kepala desa yang tidak beraliansi waktu dia mencalonkan, rekom tuh sangat sulit," ungkapnya.
Namun kini, permasalah tersebut telah diselasaikan setelah dirinya menggelar audiensi bersama Gubernur Jabar, Ridwan Kamil.
"Kami audiensi saat itu di ruang Gedung Sate, alhamdulillah Pak Gubernur saat itu tanya langsung ke Pak Dicky itu produk siapa, kenapa harus rekom dari kabupaten/kota. Kata Pak Diky, produk kita katanya. Udah katanya, hilangkan saja. Alhamdulillah dengan SIPD perubahan sudah langsung dari desa ke provinsi Jawa Barat. Alhamdulillah," tandasnya.