Bisnis.com, BANDUNG—Provinsi Jawa Barat optimistis mampu menghadapi kebijakan kenaikan tarif timbal balik atau resiprokal sebesar 32%, yang diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Kuncinya, adalah dengan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor dan inovasi produk, menyesuaikan kebutuhan calon negara tujuan ekspor.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Muslimin Anwar mengatakan meski pertumbuhan ekonomi makro meleset dari prakiraan. Namun menurutnya masih cukup kuat.
"Demikian juga di Jawa Barat, kami juga merasa bahwa tetap kuat. Namun tidak sekuat sebelumnya. Kami masih yakin ada di 4,5-5,3%. Kami sudah melakukan beberapa analisis, baik dampak ekstrem. Apabila elastisitasnya mencapai atau seluruh 32% resiprokal itu diterapkan maupun di moderat apabila efektifnya 22%," katanya dalam Coffeenomic Discussion Menuju 4 Dekade Bisnis Indonesia bertajuk Menakar Ekspor Jabar, Daya Tahan Sektor Andalan & Masa Depan Sektor Anyar di Tengah Perang Tarif Global di The Luxton, Kota Bandung, Selasa (29/4/2025).
Bank Indonesia juga yakin diplomasi dagang yang tengah dilakukan Pemerintah RI bisa menghasilkan kebijakan yang positif.
“Kami yakin negosiasi pemerintah pusat dengan dukungan pemerintah daerah, itu akan berhasil mempertahankan stabilitas makro ekonomi dalam hal ini inflasi yang dijaga dalam rentang sasaran 2,5 +/- 1% di Jabar,” tuturnya.
Baca Juga
Pihaknya juga mengusulkan pelaku eksportir melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor selain Amerika Serikat.
"Namun tentunya selektif kepada negara yang sudah mempunyai hubungan, misalnya perbankan dengan kita. Seperti di Eropa, kita bisa melakukan IA-CEPA [Indonesia-Australia-Comprehensive Economic Partnership Agreement]. Australia, Tiongkok, India tentunya Asean," ucapnya.
Menurutnya dari hasil survei yang dilakukan Bank Indonesia, para pengusaha berharap adanya pertimbangan penurunan bea tarif ekspor maupun retribusi ekspor.
“Juga meminta agar atase perdagangan di berbagai negara nontradisional untuk ekspor kita juga melakukan pendekatan sehingga peluang reposisi semakin meningkat,” kata Muslim.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Barat Nining Yuliastiani mengatakan dari sejumlah langkah proaktif yang dilakukan Pemprov Jabar dan pelaku usaha dalam pemetaan terkait potensi dampak kebijakan resiprokal, didapati bahwa sudah ada skema yang harus dilakukan.
Baik penerapan penuh resiprokal sebesar 32%, maupun yang sudah terjadi sekarang dengan angka 10%.
"Disitu kami melakukan upaya tertentu. Kemudian kami berusaha melakukan identifikasi produk, identifikasi negara tujuan yang selama ini sudah terjadi di Jawa Barat," ujar Nining.
Hasilnya, diversifikasi negara tujuan ekspor menjadi peluang yang sangat memungkinkan dilakukan oleh industri asal Jabar.
"Bagaimana mereka bisa beradaptasi terhadap perkembangan terbaru ini, untuk nanti diversifikasi negara tujuan ekspor atau mengisi peluang pasar domestik dan antar pulau, karena peluangnya besar untuk produk Jawa Barat," ucapnya.
Produk Jawa Barat terutama kebutuhan sehari-hari, kemudian yang berdampak langsung karena posisinya kebanyakan produksi padat karya masih memiliki peluang merambah market anyar.
"Dalam posisi tersebut, kami tetap optimistis apabila kemudian kita tetap melakukan inovasi. Menguatkan daya saing. Kami Pemprov Jabar tentunya akan terus berupaya dengan pelaku usaha, bagaimana meningkatkan daya saing UMKM," kata dia.
Pemprov Jabar Jabar juga akan melakukan fasilitasi dengan pendampingan, meningkatkan sertifikasi produk supaya diterima global, juga bagaimana pelaku usaha bisa mengakses pembiayaan lebih mudah.
"Nanti akan lakukan komunikasi intens dan tidak kalah penting, melakukan promosi bersama-sama sesuai kebutuhan yang ada. Pada prinsipnya kami tetap optimis, dengan kondisi kayak gini kita malah bisa lebih berinovasi untuk mencari peluang baru. Apalagi Jawa Barat ini punya potensi yang sangat besar. Belum tereksplor dengan baik karena hilirisasi kita belum optimal," paparnya.