Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hujan Tak Menentu, Produksi Tembakau Garut Turun Drastis

Berdasarkan data terbaru, produksi tembakau Garut turun dari 3.539,04 ton pada tahun 2023 menjadi 3.244,89 ton pada tahun 2024.
Pekerja mengusung daun tembakau yang dipanen di Ngale, Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (19/9/2023). Menurut petani setempat harga tembakau kering di tingkat petani saat ini Rp48 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram, lebih tinggi dibanding musim panen tahun lalu Rp40 ribu per kilogram. ANTARA FOTO/Siswowidodo
Pekerja mengusung daun tembakau yang dipanen di Ngale, Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (19/9/2023). Menurut petani setempat harga tembakau kering di tingkat petani saat ini Rp48 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram, lebih tinggi dibanding musim panen tahun lalu Rp40 ribu per kilogram. ANTARA FOTO/Siswowidodo

Bisnis.com, GARUT - Produksi tembakau di Kabupaten Garut mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan data terbaru, produksi tembakau Garut turun dari 3.539,04 ton pada tahun 2023 menjadi 3.244,89 ton pada tahun 2024. 

Penurunan ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap stabilitas ekonomi petani serta posisi Garut sebagai lumbung tembakau utama di Jawa Barat.

Kecamatan Bayongbong, yang selama ini menjadi tulang punggung produksi, mencatatkan penurunan tajam. Dari rata-rata produksi tahunan 460,64 ton, kini hanya tersisa 214,76 ton pada akhir 2024. Hal serupa terjadi di Kecamatan Leles, di mana produksi turun dari 341,33 ton menjadi 277,27 ton.

Salah seorang petani tembakau di Bayongbong, Asep mengaku terpukul dengan kenyataan tersebut. Ia mengatakan hasil panennya tahun ini merosot hampir setengah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Hujan datang tidak menentu, panasnya juga kurang. Tembakau itu kan perlu cuaca panas stabil, kalau cuaca begini daun cepat rusak," keluh Asep saat ditemui di lahan tembakaunya, Selasa (29/4/2025).

Menurut Asep, penurunan produksi ini tidak hanya berdampak pada pendapatan pribadinya, tetapi juga terhadap harga jual di pasar lokal. "Pasokan berkurang, harga memang naik sedikit. Tapi, hasil panen berkurang banyak, tetap saja kami rugi. Pengeluaran untuk pupuk, pestisida, ongkos tenaga kerja, semua tetap tinggi," ujarnya.

Penurunan produksi ini memperlihatkan betapa rentannya sektor pertanian tembakau di Garut terhadap perubahan iklim. Selain faktor cuaca, para petani juga menghadapi tantangan lain seperti serangan hama dan menurunnya kualitas benih.

Asep mengatakan, serangan penyakit layu dan bercak daun menjadi lebih parah dalam dua tahun terakhir.

"Dulu kami bisa mengandalkan musim. Sekarang, musim bergeser, penyakit tanaman tambah banyak. Pemerintah jarang turun tangan, tidak ada bantuan teknis ataupun benih tahan penyakit," katanya.

Penurunan produksi tembakau tidak hanya dirasakan di tingkat petani, tetapi mulai memengaruhi ekosistem ekonomi lokal, dari buruh tani hingga pedagang pengepul.

Menurut Asep, pada musim panen normal, ia bisa mempekerjakan 10-15 buruh harian untuk membantu memanen, mengeringkan, dan mengolah tembakau. "Sekarang panennya sedikit, pekerja yang dipakai juga lebih sedikit. Kasihan tetangga-tetangga yang biasa mengandalkan upah harian," tuturnya.

Para petani mengaku berharap adanya perhatian lebih dari pemerintah daerah maupun pusat, terutama dalam bentuk bantuan teknologi pertanian adaptif dan diversifikasi tanaman.

Asep mengusulkan agar pemerintah memperkenalkan sistem pertanian campuran. "Kalau terus bergantung ke tembakau saja, kami makin berat. Harus ada pilihan lain, mungkin sayuran dataran tinggi atau tanaman lain yang bisa berselang musim," katanya.

Sebelumnya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat (Disperindag) Jawa Barat memproyeksikan Kabupaten Garut menjadi sentra industri hasil tembakau. 

Disebutkan, Jawa Barat berperan 28% terhadap terhadap produktivitas industri tembakau di Indonesia. Kabupaten Garut pun menjadi salah satu daerah dengan produksi tembakau terbesar di Jabar. Luas perkebunan komoditas tersebut mencapai sekitar 4.105 hektare. 

Menjadikan Garut sebagai industri hasil tembakau bakal menaikkan angka kontribusi Jawa Barat terhadap industri di Indonesia menjadi 48% pada 2045 nanti.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper