Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARKITNAS 2025: Pidato Berapi-api Dedi Mulyadi soal Kritik Mengenai Program Barak Militer

Momen Harkitnas 2025 membuat Dedi Mulyadi menunjukkan gestur berapi-api saat berpidato dalam upacara pada Selasa (20/5/2025).
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi/Istimewa
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi/Istimewa

Bisnis.com, BANDUNG -- Momen peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 2025 tingkat Jawa Barat dipakai Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk mengkritik balik mereka yang menyerang program pendidikan berkarakter atau yang lebih dikenal program barak militer.

Upacara Harkitnas 2025 sendiri menjadikan 273 anak peserta pendidikan berkarakter Panca Waluya sebagai petugas dan peserta upacara di Jalan Diponegoro, Bandung, Selasa (20/5/2025).

Para peserta gelombang I ini dinilai Dedi melahirkan anak-anak yang lebih sehat, memiliki visi dan harapan. Bahkan, menurutnya jauh lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan berkarakter.

KDM dalam pidatonya menggambarkan bagaimana persoalan anak sudah menjadi darurat dan menjadi pemandangan yang mencemaskan. Kenakalan berbuah menjadi kriminalitas, ketidakmampuan orang tua menghadapi anak menjadi persoalan psikologis yang berat.

"Ketika di sudut kota, anak kita minum oplosan, pulang ngamuk. Kita hanya bisa diam. Ketika anak menghabiskan waktu main gamr online, mengancam orangtua. Kita diam. Proses kita hanya 2, pidana dan penjara anak," katanya.

KDM mengatakan tidak adanya solusi yang kongkrit bagi kenakalan anak malah membuat persoalan makin rumit. Terlebih rumah tidak lagi menjadi tempat yang nyaman bagi mereka. 

"Kita tidak pernah menyadari, seluruh lorong kegelisahan mereka tidak membuat mereka nyaman. Rumah jadi neraka buat mereka. Mereka kehilangan tempat bermain. Yang mereka rasakan kebisingan," tuturnya.

Karena itu dia mengkritik balik pihak-pihak yang meragukan, memprotes kebijakannya mengirim anak-anak ke barak militer. KDM menyebut tidak ada yang berani mengambil solusi kongkret dan hanya sebatas kritik.

"Semua orang hanya bisa memberikan pengamatan, analisis, kajian tapi tidak ada yang berani mengambil solusi. Pandangan buruk pada mikiter takut anak Indonesia bangkit. Takut bangsa kokoh, tegak," tegasnya.

Dia mempertanyakan hal-hal di lapagan yang dibiarkan seperti anak di bawah umur sudah bisa membawa motor, apakah hal ini jika ditindak merupakan pelanggaran pada hak anak? "Kapan kita bertindak, semua kita diam. Negeri ini akan hancur manakala semua diam," tuturnya.

KDM meminta dalam situasi darurat seperti saat ini seluruh pihak tidak saling menyalahkan. Menurutnya tidak salah jika dirinya mengambil tindakan meski tetap diasumsikan pendidikan berkarakter adalah militerisasi.

"Semangat militer, bukan militerisasi. Kalau anak dibangun jam 4 subuh dimana salahnya? Disuruh membereskan tempat tidur apa salahnya? Sholat subuh apa salahnya? Hak anak didapat dibarak TNI, tidak didapat di rumah," katanya.

Menurutnya lingkungan hari ini sudah tidak lagi menjadi tempat yang ramah bagi anak. Ini menegaskan keputusannya menggelar Pendidikan Berkarakter Panca Waluya sebagai salah satu solusi yang tepat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper