Bisnis.com, CIREBON - Badan Pusat Statitistik (BPS) menyebutkan Kabupaten Cirebon yang selama ini dikenal sebagai salah satu pusat budaya Islam dan kerajinan batik di Jawa Barat, justru kini terpinggirkan dari peta pariwisata regional.
Berdasarkan data terbaru, posisi Kabupaten Cirebon tertinggal dibandingkan tiga kabupaten lain di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan (Ciayumajakuning) terutama dalam hal jumlah kunjungan wisatawan dan pembangunan infrastruktur pariwisata.
Sepanjang tahun 2024, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Kabupaten Cirebon tercatat hanya 5.454 orang. Angka ini mengalami penurunan tajam dari tahun sebelumnya yang mencapai 14.227 kunjungan.
Dengan penurunan lebih dari 60%, Kabupaten Cirebon menghadapi tantangan besar untuk kembali menarik minat wisatawan asing yang sebelumnya menjadi salah satu indikator utama keberhasilan sektor pariwisata.
Sebaliknya, wisatawan domestik tercatat meningkat menjadi 1.091.575 kunjungan. Namun peningkatan ini tidak serta-merta menjadi kabar baik. Pasalnya, pola kunjungan wisatawan domestik di Kabupaten Cirebon bersifat sangat musiman.
Kunjungan memuncak hanya pada bulan April dan Desember, yakni saat libur panjang nasional. Pada dua bulan itu, jumlah pengunjung menembus 140.000 orang, sementara di bulan-bulan lain, jumlahnya cenderung stagnan di bawah 90.000.
Baca Juga
Fenomena ini mengindikasikan kalau aya tarik wisata Kabupaten Cirebon belum cukup kuat untuk menjaga arus kunjungan secara merata sepanjang tahun.
Destinasi unggulan seperti Keraton Kasepuhan, wisata religi Makam Sunan Gunung Jati, dan sentra Batik Trusmi masih menjadi magnet, namun belum diimbangi dengan pengelolaan profesional maupun inovasi atraksi tambahan.
Di saat bersamaan, kabupaten-kabupaten tetangga justru menunjukkan langkah progresif. Kuningan, misalnya, mengembangkan konsep ekowisata berbasis alam pegunungan yang diminati oleh wisatawan pencinta alam.
Indramayu mulai memperkenalkan wisata pesisir dengan kegiatan bahari yang menarik. Bahkan Majalengka, yang sebelumnya bukan pemain utama dalam sektor ini, kini mulai dikenal lewat potensi wisata alam dan geopark di wilayah selatannya.
Salah satu faktor kunci dari ketertinggalan Kabupaten Cirebon adalah keterbatasan fasilitas akomodasi. Hingga akhir 2023, jumlah hotel di wilayah ini hanya berjumlah 30 unit.
Dari jumlah tersebut, hanya 8 yang berstatus hotel berbintang, sisanya adalah hotel non-bintang dengan fasilitas terbatas. Total kapasitas kamar hanya 1.420 unit, dengan tempat tidur sebanyak 2.191 unit.
Angka ini tidak sebanding dengan jumlah kunjungan domestik yang tembus lebih dari satu juta per tahun. Ketimpangan tersebut menciptakan dua asumsi kuat. Pertama, sebagian besar wisatawan hanya berkunjung sebentar tanpa menginap (one day trip).
Kedua, Kabupaten Cirebon belum mampu menawarkan kenyamanan dan fasilitas yang membuat wisatawan tertarik untuk menetap lebih lama.
Kurangnya hotel berbintang juga menunjukkan lemahnya minat investor swasta untuk menanamkan modal di sektor pariwisata daerah ini.
Kota Cirebon yang berada tepat di sebelahnya justru tumbuh pesat dengan hotel-hotel besar yang dilengkapi fasilitas konferensi dan rekreasi keluarga. Hal ini membuat wisatawan menengah atas lebih memilih kota daripada kabupaten.
Kepala BPS Kabupaten Cirebon Judiharto Trisnadi menyebut kondisi ini tidak terlepas dari lemahnya strategi promosi dan arah pengembangan wisata daerah.
"Saat daerah lain mulai fokus pada segmen pasar yang spesifik, Kabupaten Cirebon belum menentukan wajah pariwisatanya secara jelas. Apakah ingin fokus pada sejarah, budaya, religi, atau ekonomi kreatif, itu masih kabur," ungkapnya, Rabu (21/5/2025).
Selain masalah infrastruktur dan identitas destinasi, ketiadaan kolaborasi konkret lintas daerah di kawasan Ciayumajakuning menjadi faktor penghambat. Padahal, potensi untuk mengembangkan paket wisata regional sangat besar.
Konsep "3 Hari 2 Malam di Ciayumajakuning", misalnya, dapat menyajikan pengalaman menyeluruh bagi wisatawan: mulai dari wisata budaya di Cirebon, eksplorasi alam Majalengka dan Kuningan, hingga menikmati wisata laut di Indramayu.
Namun tanpa sinergi dan promosi bersama, wisatawan hanya akan melewati kabupaten satu per satu tanpa memberikan dampak ekonomi signifikan bagi masing-masing wilayah.
Langkah awal yang bisa diambil Pemerintah Kabupaten Cirebon adalah rebranding destinasi secara menyeluruh. Ini mencakup pembuatan narasi baru yang kuat dan konsisten tentang apa yang ditawarkan oleh daerah ini, serta penyesuaian program-program promosi ke arah digitalisasi.
Promosi melalui media sosial, aplikasi wisata, dan kolaborasi dengan travel influencer menjadi kebutuhan mendesak.
"Selain itu, pelatihan sumber daya manusia pariwisata, pembenahan fasilitas dasar seperti toilet umum, serta penyediaan pusat informasi wisata yang profesional akan meningkatkan citra Cirebon sebagai daerah tujuan, bukan sekadar tempat singgah," kata Judiharto.