Bisnis.com, CIREBON - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cirebon mencatat kinerja sektor industri keuangan nonbank (IKNB) di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan (Ciayumajakuning) mengalami tekanan pada triwulan pertama 2025.
Data per Maret 2025 menunjukkan penurunan kinerja pada lembaga keuangan mikro (LKM), lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), dan perusahaan pergadaian (gadai swasta) yang berada di bawah pengawasan OJK Cirebon.
Kepala OJK Cirebon Agus Muntholib mengatakan pihaknya terus mencermati dinamika sektor IKNB, khususnya kinerja LKM, LKMS, dan perusahaan pergadaian di wilayah Ciayumajakuning yang saat ini berjumlah 10 entitas, terdiri dari 8 LKM/LKMS dan 2 perusahaan pergadaian.
“Per Maret 2025, kami mencatat kinerja LKM dan LKMS menunjukkan tren penurunan secara year to date (ytd) pada beberapa indikator utama, yang mencerminkan adanya tantangan dalam proses intermediasi serta kemampuan penghimpunan dana dari masyarakat,” ujar Agus Muntholib, Rabu (4/6/2025).
Dari sisi LKM, Agus mengungkapkan, total aset mengalami penurunan sebesar 4,81% menjadi Rp19,72 miliar. Selain itu, penyaluran pinjaman juga mengalami kontraksi sebesar 1,11%, dengan total nilai pinjaman yang disalurkan turun menjadi Rp19,09 miliar.
"Penurunan ini juga diikuti dengan turunnya Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 0,87% menjadi Rp13,61 miliar. Hal ini menunjukkan adanya penurunan minat masyarakat dalam menabung di LKM atau kemungkinan adanya penarikan dana yang lebih besar dari biasanya,” tambahnya.
Baca Juga
Agus menilai kondisi ini perlu mendapatkan perhatian dari pengelola LKM agar dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan menjaga keberlanjutan lembaga.
Sementara itu, lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) juga mengalami tekanan yang tercermin dari penurunan aset sebesar 5,53% secara ytd menjadi Rp35,33 miliar. DPK di LKMS juga turun cukup signifikan sebesar 8,47% menjadi Rp20,56 miliar.
Meski demikian, Agus menyebutkan ada sisi positif yang patut diapresiasi dari LKMS, yakni adanya peningkatan pembiayaan yang disalurkan sebesar 5,17% secara ytd menjadi Rp17,98 miliar.
“Peningkatan pembiayaan ini menunjukkan LKMS masih mampu menjalankan fungsi intermediasinya, meskipun terjadi tekanan pada sisi penghimpunan dana. Artinya, masih ada permintaan pembiayaan dari masyarakat yang memercayai layanan keuangan mikro syariah,” jelasnya.
Agus menekankan perlunya inovasi dan penguatan literasi keuangan syariah di masyarakat agar kepercayaan terhadap LKMS tetap terjaga.
Kinerja berbeda ditunjukkan oleh perusahaan pergadaian (gadai swasta) yang beroperasi di wilayah Ciayumajakuning. Meski mencatatkan peningkatan aset sebesar 34,10% menjadi Rp5 miliar, namun pinjaman yang diberikan justru turun tajam sebesar 36,45% menjadi Rp642,46 juta.
Agus menilai fenomena ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kehati-hatian perusahaan dalam menyalurkan pinjaman, menurunnya permintaan gadai dari masyarakat, atau kebijakan internal dalam mengelola risiko pembiayaan.
“Peningkatan aset yang signifikan menunjukkan bahwa perusahaan masih memiliki kekuatan modal, namun penurunan pinjaman yang diberikan harus menjadi perhatian bersama. Kami akan mendorong perusahaan pergadaian untuk melakukan evaluasi terhadap strategi bisnisnya agar lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat,” kata Agus.
Menanggapi kondisi tersebut, Agus Muntholib menegaskan bahwa OJK Cirebon terus berkomitmen mendampingi dan mengawasi lembaga keuangan mikro serta perusahaan pergadaian agar dapat meningkatkan daya saing dan ketahanan terhadap dinamika ekonomi.
“OJK mendorong lembaga-lembaga ini untuk memperkuat manajemen risiko, melakukan digitalisasi layanan, serta memperluas literasi keuangan di masyarakat. Dengan demikian, mereka bisa tetap relevan dan dipercaya oleh masyarakat di tengah tantangan yang ada,” ujarnya.