Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelajah Daulat Pangan 2025: Petani Cirebon Khawatirkan Dampak Kemarau Basah

Curah hujan yang tidak menentu dan kelembaban tinggi selama kemarau menyebabkan peningkatan serangan hama dan penyakit pada tanaman padi.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, CIREBON - Fenomena kemarau basah yang tengah berlangsung di sejumlah wilayah Jawa Barat menimbulkan kekhawatiran bagi para petani di Kabupaten Cirebon.

Meskipun curah hujan masih terjadi di tengah musim kemarau, kondisi ini justru memunculkan dampak negatif terhadap produktivitas pertanian, terutama tanaman padi.

Usman Effendi, 51 tahun, seorang petani di Tegalsari, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, mengungkapkan kegelisahannya menghadapi musim tanam tahun ini. Menurutnya, curah hujan yang tidak menentu dan kelembaban tinggi selama kemarau menyebabkan peningkatan serangan hama dan penyakit pada tanaman padi.

"Seharusnya ini sudah masuk musim kemarau, tapi hujan masih turun. Hama seperti wereng jadi lebih cepat menyebar, dan tanaman mudah terserang penyakit seperti daun patah dan busuk akar," ujarnya, Senin (9/6/2025).

Usman menyebutkan, dalam dua pekan terakhir, sebagian besar petani di sekitar tempatnya mulai melaporkan adanya kerusakan pada padi muda akibat serangan hama. 

Tanaman yang baru berumur dua minggu mengalami kerdil dan menguning, serta pertumbuhan yang tidak merata. Beberapa petani terpaksa melakukan penyemprotan pestisida lebih sering, yang otomatis menambah biaya produksi.

"Biaya semprot bisa dua sampai tiga kali lipat dari biasanya. Belum lagi kalau gagal panen, makin berat bebannya," tambahnya.

Fenomena kemarau basah sendiri merupakan kondisi anomali iklim di mana musim kemarau tetap berlangsung, namun disertai hujan dengan intensitas ringan hingga sedang secara tidak menentu.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kemarau basah tahun ini dipengaruhi oleh anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, termasuk dampak lanjutan dari La Niña lemah dan IOD negatif.

Dampak lain yang dikhawatirkan Usman adalah kesulitan dalam proses pengeringan hasil panen. Ia mencontohkan pengalamannya pada musim sebelumnya, saat cuaca lembap membuat gabah hasil panen memerlukan waktu lebih lama untuk dikeringkan.

"Biasanya cukup dua hari dijemur sudah kering, sekarang bisa sampai empat hari, itu pun kadang masih basah kalau hujan turun lagi. Kalau gabah disimpan dalam kondisi lembap, bisa rusak semua," ujarnya.

Menurutnya, kualitas gabah yang tidak sempurna akan menurunkan nilai jual, dan hal ini sangat merugikan petani kecil. Di beberapa tempat, petani bahkan terpaksa menjual gabah dengan harga lebih rendah karena takut busuk.

Tak hanya itu, kemarau basah juga mengganggu jadwal musim tanam berikutnya. Usman mengungkapkan, pola cuaca yang tidak menentu membuat petani ragu untuk mulai mengolah lahan, karena takut bibit yang sudah ditanam kembali rusak akibat hujan deras atau genangan air.

"Biasanya kami sudah bisa memperkirakan kapan mulai tanam. Tapi sekarang jadi bingung, karena cuaca tidak bisa ditebak. Tanahnya juga sulit diolah kalau terus lembap," kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper