Bisnis.com, GARUT - Sekira 90% pekerja konstruksi di Kabupaten Garut, Jawa Barat, belum terlindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan hingga pertengahan tahun 2025.
Fakta ini mencuat dalam kegiatan sosialisasi penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) yang digelar di Mall Pelayanan Publik Garut, beberapa waktu lalu.
Sekretaris Daerah Kabupaten Garut, Nurdin Yana, mengatakan rendahnya angka kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di sektor jasa konstruksi merupakan tanda bahaya yang tidak boleh diabaikan.
Padahal, sektor ini memiliki risiko kecelakaan kerja paling tinggi dibanding sektor lainnya.
"Kita bicara tentang nyawa manusia. Harus ada jaminan keselamatan, bukan hanya aturan di atas kertas," ujar Nurdin, Jumat (1/7/2025).
Dia mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut telah menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, bahkan telah disiapkan dukungan pembiayaan hingga Rp42 juta per kasus kecelakaan kerja untuk memastikan pekerja yang mengalami musibah mendapat perlindungan layak.
Baca Juga
"Pekerja konstruksi sering kali jadi korban sistem. Mereka kerja keras, tapi jaminannya nihil. Ini yang harus diubah,” ucapnya.
Pernyataan tegas Nurdin diperkuat oleh laporan Kepala Bidang Jasa Konstruksi Dinas PUPR Garut, Gatot Subagio, yang menyebut bahwa hingga semester pertama tahun ini, hanya kurang dari 10% pekerja konstruksi telah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
"Dari ratusan kontrak proyek yang berjalan, kepesertaan pekerjanya sangat rendah. Ini mencoreng komitmen kita terhadap keselamatan kerja," kata Gatot.
Ia menambahkan, tingkat kepatuhan ini menunjukkan masih lemahnya pelaksanaan Surat Edaran Bupati Garut Nomor 600.2.10.2/PUPR tertanggal 19 November 2024 yang mewajibkan penerapan SMKK pada seluruh kegiatan konstruksi daerah.
Gatot juga menyebut adanya surat edaran lanjutan dari BPKAD per 27 Maret 2025 yang menegaskan bahwa proyek konstruksi yang dibiayai APBD harus memenuhi unsur keselamatan kerja dan jaminan sosial ketenagakerjaan. Namun, implementasi di lapangan masih minim.
Pemkab Garut menegaskan bahwa keberadaan SMKK bukan sekadar dokumen formalitas untuk persyaratan lelang atau administrasi proyek.
"Keselamatan kerja adalah hak, bukan bonus. Jika pemerintah sendiri tidak menegakkan ini, bagaimana dengan sektor swasta?" kata Gatot.
Minimnya perlindungan terhadap tenaga kerja konstruksi di Garut mencerminkan masalah nasional: pekerja sektor informal dan sektor konstruksi sering kali luput dari perlindungan hukum dan sosial.
Di Garut, kondisi ini diperburuk oleh lemahnya pengawasan dalam pengadaan proyek serta rendahnya kesadaran kontraktor terhadap pentingnya jaminan sosial.
Pemerintah Kabupaten Garut kini berada di titik kritis. Jika hingga akhir 2025 tingkat kepatuhan masih rendah, maka integritas penyelenggaraan proyek APBD akan dipertanyakan.
"Ini bukan soal administrasi. Ini soal nyawa," pungkas Gatot.