Bisnis.com, CIREBON - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon yang berlangsung pada 2016 hingga 2018.
Salah satunya ialah Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) berinisial IW (58), yang saat itu bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Cirebon Slamet Haryadi mengungkapkan penetapan enam tersangka dilakukan setelah tim penyidik tindak pidana khusus memeriksa puluhan saksi, mengumpulkan dokumen, serta melakukan audit teknis dan keuangan.
Dari rangkaian penyidikan itu, penyidik menemukan sejumlah bukti kuat adanya penyimpangan anggaran yang menimbulkan kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.
“Total ada enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya IW yang saat ini menjabat Kepala Dispora,” ujar Slamet, Kamis (28/8/2025).
Selain IW, lima orang lain yang turut dijadikan tersangka yakni PH (59) yang saat proyek berjalan menjadi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), BR (67) selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum sekaligus Pengguna Anggaran pada 2017, serta HM (62) yang menjabat Team Leader PT Bina Karya.
Baca Juga
Dua orang lain yang terseret dalam kasus ini adalah AS (52), Kepala Cabang Bandung PT Bina Karya, dan FR (53), Direktur PT Rivomas Pentasurya pada periode 2017–2018. Perusahaan konsultan maupun kontraktor yang terlibat disebut memiliki peran dalam meloloskan laporan progres proyek meski kondisi bangunan belum rampung.
Gedung Setda Kota Cirebon yang dibangun dengan total nilai kontrak sekitar Rp86 miliar, menurut hasil penyelidikan, tidak dikerjakan sesuai rencana anggaran biaya (RAB) maupun spesifikasi teknis sebagaimana tercantum dalam kontrak.
Slamet menjelaskan, temuan tim ahli dari Politeknik Negeri Bandung menegaskan adanya ketidaksesuaian kualitas maupun kuantitas pekerjaan dengan dokumen kontrak. Sejumlah item pembangunan dinilai tidak memenuhi standar konstruksi, sehingga berpotensi menurunkan mutu bangunan.
Audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menambah bukti kuat adanya kerugian negara. Dalam laporan resminya yang terbit pada 6 Agustus 2025, BPK mencatat kerugian negara mencapai Rp26,52 miliar. Angka tersebut dihitung dari selisih pembayaran negara dengan nilai pekerjaan riil di lapangan.
Slamet mengungkapkan,modus yang dilakukan para tersangka di antaranya dengan cara mengurangi kualitas material dan volume pekerjaan, sehingga sisa dana dapat digunakan untuk keuntungan pribadi maupun kelompok.
Selain itu, terdapat praktik pencairan anggaran tidak sesuai prosedur. Sejumlah laporan progres pembangunan diduga dipalsukan untuk menyatakan pekerjaan selesai 100 persen, padahal di lapangan masih banyak bagian yang belum rampung.
“Dalam praktiknya ditemukan dokumen yang tidak sesuai fakta, khususnya laporan progres pekerjaan. Itu menjadi salah satu dasar kuat penetapan tersangka,” jelas Slamet.
Dari hasil pengembangan, Kejari Kota Cirebon berhasil menyita uang senilai Rp788 juta yang diduga berasal dari hasil korupsi proyek tersebut. Meski jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan total kerugian negara, penyitaan ini disebut menjadi pintu masuk untuk menelusuri aliran dana lainnya.
Keenam tersangka kini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebagai dakwaan subsider, penyidik juga menambahkan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang yang sama. Kedua pasal tersebut memberikan ancaman hukuman berat, termasuk pidana penjara maksimal 20 tahun serta denda miliaran rupiah.
“Kami akan menindaklanjuti perkara ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Slamet.
Kejari Kota Cirebon menegaskan akan mempercepat proses hukum terhadap enam tersangka. Seluruhnya dipastikan akan menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai bagian dari penyidikan. Setelah berkas dinyatakan lengkap, perkara akan segera dilimpahkan ke pengadilan tipikor.
“Prinsipnya, siapa pun yang terlibat akan diproses. Tidak ada pengecualian,” kata Slamet menutup keterangannya.