Bisnis.com, BANDUNG — Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Demikian pepatah lawas yang dipegang teguh oleh Zahra Nur Azizah, 22 tahun, mahasiswi universitas negeri di Bandung, saat ia mulai memutuskan untuk konsisten menabung.
Zahra berkeinginan kuat untuk menciptakan kesehatan finansial di masa depan dengan mengontrol pengeluarannya dan melepaskan diri dari stereotip Generasi Z.
Lantaran setoran tiap bulannya pas dengan isi kantongnya sebagai mahasiswa baru, Zahra menerima tawaran bank untuk membuka tabungan berencana.
“Karena memang terjangkau untuk mahasiswa seperti saya,” ungkap dia
Setiap bulannya, ia hanya menyisihkan minimal Rp100.000. Uang tersebut ia sisihkan dari sisa uang sakunya Rp30.000 per hari. Alhasil, setiap hari Zahra terus mengontrol keinginan dia untuk berbelanja seperti wanita seusianya.
Berkat kegigihannya untuk menabung, ia pun mengkalkulasi akan menerima hampir Rp10 juta saat jatuh tempo pada 7 April 2025 mendatang.
Baca Juga
Alasan Zahra yang tidak menunggu punya banyak uang untuk memulai menabung, dapat diterima. Sebab, ia memahami bahwa dengan pengelolaan keuangan yang baik sejak dini, maka lambat lain ia akan mendapat kemerdekaan finansial yang didambakan banyak orang.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari mengatakan, Zahra adalah salah satu contoh bagaimana literasi keuangan bisa berpengaruh terhadap sikap seseorang dalam membelanjakan uangnya.
Hanya saja, minat masyarakat Indonesia untuk menabung masih tergolong kurang. Kondisi tersebut tercermin dari rasio kontribusi tabungan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sesuai CEIC Data, perusahaan dataset global, rasio tabungan terhadap PDB Indonesia di April 2024 sebesar 36,8%, menurun jika dibandingkan April 2023 sebesar 40,7%.
Angka rasio tersebut lebih rendah dari Brunei Darussalam (60%), Singapura (48,46%), dan Tiongkok (44,30%).
Memang, berbagai macam faktor memengaruhi rendahnya minat masyarakat untuk menabung. Pertama, faktor literasi keuangan yang baik dapat memengaruhi pengambilan keputusan seseorang dalam menabung. Kedua, faktor pemahaman individu tentang kepemilikan uang juga menjadi penyebabnya.
“Mereka memahami bahwa menabung dilakukan oleh orang yang memiliki banyak uang,” ungkapnya.
Dalam rengka peningkatan literasi keuangan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan sejumlah terobosan strategi yang terarah dan berkelanjutan.
Langkah strategis tersebut tentunya sejalan dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK yang disempurnakan melalui UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
“Contohnya, OJK menginisiasi Hari Indonesia Menabung (HIM) yang diperingati setiap tanggal 20 Agustus sejak tahun 2019,” ungkapnya.
Kemudian di tahun berikutnya, OJK meluncurkan program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR). Pun otoritas keuangan ini merancang produk-produk simpanan yang mudah dan sederhana (TabunganKu dan SimPel), serta mengedukasi keuangan ke seluruh lapisan masyarakat.
Terobosan strategi di tahun ini adalah program Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN). Program ini mengorkestrakan kegiatan edukasi dan literasi secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
Di sepanjang BIK 2024, 6.137 kegiatan Gencarkan telah dilaksanakan, meningkat 115,26% atau 3.286 kegiatan dibanding BIK 2023. Jumlah peserta mencapai hampir 6,5 juta orang, meningkat sekitar 4,6 juta peserta atau 251,81% dibanding BIK 2023. Dari jumlah kegiatan tersebut, sebanyak 661 kegiatan dilakukan oleh Kantor OJK di daerah termasuk OJK Provinsi Jawa Barat.
Dengan bekerja sama dengan stakeholders terkait, OJK Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan festival produk kreatif Jawa Barat di puncak BIK bulan lalu.
Implementasi strategi Gencarkan itu tergolong membuahkan hasil. Selama BIK 2024, dicapai pembukaan rekening perbankan sebanyak 3.547.861 rekening dan pasar modal sebanyak 156.537 rekening efek.
Selain itu, masyarakat juga membuka produk-produk industri keuangan non-bank antara lain perasuransian (745.218 polis), pergadaian (3.438.854 rekening), dan fintech (856.857 akun).
Ia menegaskan bahwa OJK beserta IJK dan stakeholder lainnya berkomitmen bersama terus melaksanakan program literasi dan inklusi keuangan Gencarkan secara berkelanjutan.
Tujuannya adalah pencapaian target, yakni 90% pelajar Indonesia telah memiliki tabungan di tahun 2025, sebanyak 2,5 juta kelompok mahasiswa dan pemuda memiliki rekening tabungan SiMuda, dan 30% kelompok penyandang disabilitas menggunakan produk keuangan.
“Jadi, upaya literasi keuangan dalam rangka peningkatan minat menabung telah dilaksanakan oleh regulator bersama IJK dan stakeholder lainnya di pusat dan daerah,” jelasnya.
Kini, kebiasaan masyarakat untuk mulai menabung pun menurutnya sedikit demi sedikit perlu digencarkan, agar terbentuk generasi yang memiliki kekuatan finansial yang matang di masa depan.