Bisnis.com, CIREBON - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 74,6% penduduk Kabupaten Cirebon yang memiliki akses terhadap jaminan kesehatan. Data tersebut mencerminkan adanya tantangan besar dalam upaya pemerataan akses kesehatan bagi seluruh warga.
Dari total jumlah penduduk yang terjamin, mayoritas atau sekitar 71,46% dilindungi oleh BPJS Kesehatan, 3% oleh asuransi swasta atau perusahaan, sementara 25,7% tidak mendapatkan perlindungan kesehatan apa pun.
BPS menyoroti pentingnya perhatian serius terhadap kelompok masyarakat yang belum memiliki akses jaminan kesehatan.
Kepala BPS Kabupaten Cirebon Judiharto Trisnadi mengatakan data tersebut menjadi refleksi nyata atas masih adanya kesenjangan dalam layanan kesehatan di wilayah Kabupaten Cirebon.
“Data ini menunjukkan bahwa hampir seperempat penduduk Kabupaten Cirebon tidak memiliki perlindungan kesehatan. Ini menjadi perhatian serius, terutama bagi kelompok masyarakat rentan yang berpotensi menghadapi risiko besar jika terjadi masalah kesehatan,” ujar Judiharto, Kamis (19/12/2024).
Ia menambahkan, keberadaan BPJS Kesehatan sebagai penyedia utama jaminan kesehatan sudah cukup signifikan. Namun, tingkat partisipasi masyarakat dalam program ini masih belum mencapai 100%.
Baca Juga
Judiharto menjelaskan, salah satu faktor yang memengaruhi rendahnya cakupan BPJS Kesehatan adalah kesadaran masyarakat serta tantangan ekonomi.
“Banyak warga yang sebenarnya masuk dalam kategori mampu, namun belum mendaftarkan diri ke BPJS secara mandiri. Di sisi lain, ada juga kelompok masyarakat miskin yang tidak terdaftar dalam skema bantuan iuran yang disediakan pemerintah,” imbuhnya.
Selain BPJS, sekitar 3% penduduk Kabupaten Cirebon menggunakan asuransi kesehatan swasta sebagai perlindungan. Angka ini terbilang kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang terlindungi BPJS. Tingginya biaya premi asuransi swasta menjadi salah satu kendala utama bagi masyarakat.
Sementara itu, 25,7% penduduk yang tidak memiliki perlindungan kesehatan sama sekali menjadi kelompok yang paling rentan. Mereka berpotensi menghadapi risiko kesehatan yang lebih besar tanpa adanya jaminan finansial.
“Kelompok ini sangat berisiko karena mereka harus menanggung biaya kesehatan secara mandiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini dapat memperburuk kemiskinan, terutama jika mereka harus membayar biaya pengobatan yang mahal,” kata Judiharto.
BPS mencatat bahwa sebagian besar dari kelompok ini berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah, pekerja informal, serta penduduk yang tinggal di wilayah terpencil dengan akses terbatas ke layanan kesehatan.
Upaya meningkatkan cakupan jaminan kesehatan membutuhkan kolaborasi berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat. Beberapa langkah strategis yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan ini.
Pertama, pemerintah daerah perlu memastikan seluruh warga miskin dan rentan terdaftar dalam skema penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Hal ini membutuhkan validasi data yang akurat untuk menjangkau kelompok sasaran.
Kemudian, kampanye edukasi tentang pentingnya memiliki jaminan kesehatan perlu digalakkan, terutama di wilayah pedesaan. Kesadaran masyarakat akan manfaat BPJS maupun asuransi swasta harus ditingkatkan.
Selain itu, pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian subsidi premi bagi kelompok masyarakat berpenghasilan menengah untuk mendorong mereka menggunakan asuransi swasta.
Tidak kalah penting, pemerintah juga perlu meningkatkan akses terhadap fasilitas kesehatan di wilayah terpencil, sehingga masyarakat tidak hanya memiliki jaminan finansial, tetapi juga layanan yang memadai.