Bisnis.com, BANDUNG -- Langkah Badan Pangan Nasional (Bapanas) resmi mencabut rafaksi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan menetapkan HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp6.500 per kg disambut baik Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Langkah tersebut dinilai menjadi upaya progresif dalam mencapai ketahanan pangan nasional. Terlebih, pemerintah berkomitmen untuk tidak lagi melakukan impor beras.
Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat Entang Sastraatmadja mengatakan dengan pencabutan rafaksi HPP Gabah dan menetapkan HPP GKP di tingkat petani menjadi satu harga, yakni Rp6.500 menjadi angin segar untuk para petani.
Pasalnya, selama ini petani dibingungkan dengan HPP GKP yang berbeda-beda sesuai dengan kadar air dan kadar hampa dari gabah-gabah yang diproduksi.
"HPP itu [kelihatannya] menuju satu harga Jadi yang dipakai harganya Rp6.500. Berarti Ada kenaikan Rp500 dari tahun sebelumnya yang Rp6 .000. Dulu Pada saat Rp6 .000 itu Ada syarat Jadi Pemerintah akan membeli kalau kadar airnya maksimal 25%, kadar hampanya maksimal 10%," ungkap dia kepada Bisnis, belum lama ini.
Saat kadar air di dalam gabah mencapai 30%, ia mengatakan harganya biasanya akan turun, jadi Rp5.800. Dan saat kadar hampanya juga naik di atas 15%, maka turun jadi Rp5.900.
Baca Juga
"Nah, sekarang dengan kebijakan yang baru, tidak diberlakukan lagi yang namanya kadar air, kadar hampa. Pokoknya berapapun hasilnya produk petani ini akan dihargai dengan Rp6.500. Jadi hanya satu harga," ungkapnya.
Kondisi ini menurut dia menguntungkan untuk petani setelah sekian lama menghadapi ketidakpastian serapan padi hasil produksi mereka. Bahkan, kerap kali menurutnya, petani selalu was-was jelang musim panen tiba. Lantaran, sering terjadi anjlok Harga gabah yang membuat para petani merugi.
"Sangat menguntungkan. Karena petani tidak akan dihadapkan pada rasa was-was bahwa harga gabah itu anjlok gitu loh," ungkapnya.
Ia mengatakan, jelang panen raya yang akan berlangsung Maret-April mendatang, Bulog akan ditarget untuk menyerap gabah hasil produksi petani setara 3 juta ton beras.
Sehingga ini menjadi bagus untuk memperbanyak cadangan beras di tanah air untuk mengantisipasi kebutuhan konsumsi, bencana hingga program pemerintah.
Selain itu, hal ini juga menurut Entang menjadi Langkah konkrit dari Pemerintahan Prabowo Subianto yang bertekad untuk menyetop keran impor beras, seiring dengan optimalisasi produksi petani domestik.
"Kalau saya perhatikan, ya gerakan Bulog sekarang itu akan lebih bagus lah dari pada tahun-tahun sebelumnya," ungkap ia.
Nantinya, jika Bulog berhasil menyerap gabah setara 3 juta ton beras, maka stok beras pun diprediksi akan terus meningkat.
"Ya kalau saya perhatikan kan sekarang untuk cadangan beras pemerintah itu sudah adalah di angka 1,9 sampai 2 juta ton. Nah terus kalau sekarang ditambah 3 juta ton, berarti kita punya lah sekitar 5 juta ton," jelasnya.
Sehingga, ia menilai dengan cadangan beras yang terus ditambah. Maka, diharapkan saat terjadi cuaca ekstrem maupun bencana, stok pangan nasional bisa terjaga.
"Kalau ada bencana, kalau ada La Nina, ada El Nino, itu kita bisa bertahan," jelasnya.
Meski demikian, ia melihat ada sejumlah tantangan yang masih harus diselesaikan pemerintah untuk menyempurnakan peta jalan menuju kemandirian pangan ini.
Pertama, yakni permasalahan cuaca. Ia melihat, jika terjadi cuaca ekstrem, pemerintah harus bergegas untuk melakukan mitigasi dalam menyelamatkan produktivitas petani.
"Persoalannya Kalau iklimnya bersahabatIya, kalau iklimnya kayak kemarin El Nino, ya kita kan terpaksa impor 4,5 juta ton," ungkapnya.
Tahun lalu saja, ia mencatat produksi beras dalam negeri mencapai 30,41 juta. Sementara itu, konsumsi beras mencapai 30,10 juta.
"Nah, berarti kalau untuk konsumsi ya, sebetulnya cukup ya.Tapi kan kebutuhan beras bukan hanya untuk konsumsi. Ya, belum untuk cadangan, belum untuk program -program [pemerintah]," ungkapnya.
Selanjutnya, dari segi manajemen penyimpanan cadangan beras oleh Bulog pun harus diperhatikan. Jangan sampai kasus seperti yang dialami Beras Miskin (Raskin) Kembali terjadi pada cadangan beras kali ini.
"Jangan seperti raskin dulu. Ya Waktu waktu Raskin itu kan semua beras dibeli, dan ujung -ujungnya berasnya ada yang berkutu, [berwarna] kekuning-kuningan begitu ya, bau apek, ancur. Nah itu jangan sampai terulang lagi. Kayaknya Bulog belajar banyak lah dari itu," imbunya.
Setelah itu, pemerintah juga kata Entang harus segera menyelesaikan permasalahan pupuk palsu. Setelah petani dihadapkan pada kelangkaan pupuk bersubdsidi, ia berharap permasalahan pupuk palsu juga segera ditangani dengan ceapat. Sebab, hal tersebut sangat merugikan petani.
"Sekarang ini yang timbul adalah pupuk palsu. Itu kan sangat merugikan petani. Nah menurut saya pemerintah harus tegas menyelesaikan pupuk palsu ini," jelasnya.
Sementara itu, Marwan, petani asal Kabupaten Bandung mengaku senang dengan adanya aturan baru soal Harga serapan gabah produksinya.
"Senang lah, sekarang kan gak khawatir pas panen karena harganya udah jelas" jelasnya.
Ia mengaku hal ini juga disambut oleh sesame petani lainnya di daerah dia. Sehingga ia berharap hal ini tidak hanya berjalan sementara, tapi bisa terus ditingkatkan.
"Sekarang kan kalau petani naik serratus, dua ratus juga sudah Alhamdulillah," ungkapnya.
Ia pun mengaku semakin semangat untuk menanam padi. Bahkan ia berencana untuk meningkatkan pengetahuan dia dalam bertani dengan memanfaatkan teknologi terkini.