Bisnis.com, CIREBON - Harga Gabah Kering Giling (GKG) di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) pada 2025 ini tercatat sebagai yang tertinggi di Jawa Barat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, empat kabupaten di kawasan ini mencatat rata-rata harga gabah di atas Rp7.300 per kilogram, melampaui rata-rata provinsi yang berada di angka Rp7.581,41 per kilogram.
Wilayah Indramayu dan Kuningan bahkan mendekati kisaran Rp7.600, menjadikannya sebagai poros utama pergerakan harga gabah di Jawa Barat tahun ini. Secara berurutan, harga gabah GKG di Kabupaten Indramayu sebesar Rp7.604,17, disusul Kuningan Rp7.309,43, Majalengka Rp7.304,58, dan Cirebon Rp7.533,33.
Data ini mengonfirmasi posisi strategis Ciayumajakuning dalam rantai pasok pangan regional. Meski demikian, di balik angka yang menjanjikan bagi petani, masih mengintai persoalan klasik, yairu fluktuasi harga di tingkat tengkulak, minimnya gudang penyimpanan, serta ketergantungan terhadap musim panen.
Tingginya harga GKG pada tahun ini seiring dengan kenaikan tren dua tahun terakhir, di mana BPS mencatat lonjakan signifikan sejak 2022. Jika pada 2022 harga rata-rata GKG di Majalengka masih Rp5.380 per kilogram, maka pada 2024 melonjak menjadi Rp7.304,58 per kilogram. Begitu juga di Kuningan yang dari Rp5.333,20 per kilogram kini menjadi Rp7.309,43 per kilogrqm.
Namun, para petani di lapangan mengaku belum sepenuhnya merasakan dampak positif dari kenaikan harga. Pasalnya, biaya produksi seperti pupuk, sewa lahan, dan tenaga kerja ikut naik. Di sisi lain, tidak semua petani memiliki akses langsung ke penggilingan atau pasar utama. Banyak yang masih menjual melalui tengkulak dengan harga jauh di bawah pasar.
Baca Juga
Seorang petani di Cirebon, Usman Effendi mengaku menjual gabahnya seharga Rp6.800 per kilogram kepada tengkulak. "Kalau harga segitu, mungkin dijual ke Bulog atau perusahaan. Kalau ke tengkulak ya segitu," kata Usman, Rabu (25/6/2025).
Kepala BPS Kabupaten Cirebon Judiharto Trisnadi menyebut perbedaan harga antardaerah dipengaruhi oleh faktor lokasi, kualitas gabah, dan rantai distribusi.
“Kualitas gabah Cirebon dan Indramayu cenderung tinggi karena didukung irigasi teknis dan mekanisme penggilingan yang cukup baik. Ini memengaruhi daya tawar petani,” ujarnya.
Sementara itu, beberapa kabupaten di Jawa Barat mencatat harga gabah jauh di bawah rata-rata. Kabupaten Bogor mencatat harga GKG hanya Rp4.500/Kg, paling rendah se-provinsi.
Begitu juga dengan daerah lain seperti Bekasi dan Sukabumi yang tidak memiliki data harga terbaru, mengindikasikan minimnya aktivitas penggilingan skala besar atau kendala pencatatan data.
Ketimpangan ini menunjukkan perlunya perhatian pemerintah terhadap pemerataan infrastruktur pertanian. Pasalnya, harga yang tinggi tak selalu berarti keuntungan jika tidak diiringi efisiensi biaya produksi dan akses pasar merata.
Ia menambahkan, jika Ciayumajakuning sudah menunjukkan potensi sebagai penopang pangan Jabar, maka sudah saatnya kawasan ini diperkuat menjadi zona agribisnis modern.