Bisnis.com, CIREBON - Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) meminta Pemerintah Kabupaten Cirebon segera membangun Migran Center sebagai pusat pelatihan dan pemberdayaan pekerja migran.
Permintaan itu disampaikan langsung oleh Menteri P2MI Abdul Kadir Kading menyusul tingginya angka penempatan pekerja migran dari wilayah tersebut.
“Cirebon ini termasuk salah satu kantong terbesar pekerja migran. Dalam data kami, ada lebih dari 70 ribu warga Kabupaten Cirebon yang bekerja di luar negeri. Tahun lalu saja tercatat sebanyak 11 ribu orang yang berangkat. Ini bukan angka kecil,” kata Abdul Kadir, Minggu (18/5/2025).
Menurut Abdul Kadir, jika potensi itu dikelola dengan sistem lebih profesional, maka akan menghasilkan dampak ekonomi yang signifikan bagi daerah. Karena itu, ia mendorong agar Pemkab Cirebon tidak hanya berperan sebagai pengirim tenaga kerja, tetapi juga mampu memfasilitasi pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan negara tujuan.
Ia mencontohkan, pendapatan tenaga kerja di dalam negeri sangat timpang dibanding pekerja migran di luar negeri.
"UMK Cirebon hanya Rp2,6 juta. Sementara welder (juru las) pemula di Korea saja bisa menerima Rp15 juta per bulan. Artinya, orang harus kerja lima bulan di Cirebon untuk dapat satu bulan gaji di Korea,” ujarnya.
Baca Juga
Dari sisi remitansi, Abdul Kadir mencatat bahwa aliran dana dari pekerja migran asal Cirebon bisa menyentuh angka Rp600 miliar per tahun.
Namun, Abdul Kadir mengingatkan banyak dari para pekerja migran itu berangkat secara non-prosedural. Ia menyebutkan, 95% kasus PMI bermasalah di luar negeri adalah mereka yang berangkat lewat jalur ilegal atau melalui calo.
“Ini yang paling merisaukan. Kita temukan banyak kasus penipuan, pemerasan, bahkan eksploitasi. Satu calo bisa memungut hingga Rp8 juta dari satu orang. Orang miskin sudah susah, malah diperas lagi,” kata dia.
Menurutnya, Migran Center akan menjadi solusi dari persoalan tersebut. Fasilitas ini nantinya menjadi tempat pelatihan, sertifikasi, hingga penempatan PMI yang sesuai prosedur dan kebutuhan negara tujuan.
“Di Migran Center itu kita siapkan semuanya. Mulai dari pelatihan teknis sesuai jenis kerja, pelatihan bahasa, hingga modul yang diambil langsung dari kurikulum negara tujuan. Kalau perlu, pelatihnya juga didatangkan dari sana,” jelasnya.
Ia menegaskan perlunya pemisahan pelatihan antara calon tenaga kerja domestik dan luar negeri. “Jangan dicampur. Yang mau kerja di dalam negeri kita latih sendiri. Yang ke luar negeri juga harus punya pelatihan khusus. Karena standar dan bahasanya berbeda,” katanya.
Menteri Abdul Kadir juga menyinggung maraknya pengiriman tenaga kerja ilegal ke negara-negara yang tidak memiliki perjanjian penempatan dengan Indonesia, seperti Kamboja dan Myanmar. Ia mengungkapkan bahwa modus yang digunakan adalah dengan masuk melalui negara ketiga, lalu bekerja secara ilegal di negara tujuan.
Calo-calo yang terlibat, kata Abdul Kadir, bukan hanya orang asing, tapi juga orang Indonesia sendiri. “Calo ini ada di kampung, ada juga yang tinggal di luar negeri. Maka dari itu, kita minta aparat desa, tokoh masyarakat, dan kepolisian untuk ikut bantu edukasi dan penegakan hukum,” ujarnya.
Ia menegaskan, pihaknya tak akan segan membekukan izin perusahaan penempatan tenaga kerja jika terbukti melanggar prosedur. “Kalau ada perusahaan yang nakal, main-main dengan dokumen, atau menyelundupkan PMI secara diam-diam, akan langsung kami bekukan. Tidak ada toleransi,” tegas Abdul Kadir.
Wakil Bupati Cirebon Agus Kurniawan Budiman mengatakan kesiapan daerah untuk menindaklanjuti arahan pemerintah pusat. Menurutnya, potensi pekerja migran dari Cirebon memang sudah menjadi kekuatan ekonomi tersendiri yang harus dikelola secara lebih baik.
“Kami berkomitmen untuk segera menyusun konsep pembangunan Migran Center. Ini akan jadi upaya jangka panjang agar warga kami tidak lagi jadi korban calo dan bisa bekerja secara aman dan bermartabat di luar negeri,” ujar Agus.
Ia juga mengatakan, Pemkab akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dinas ketenagakerjaan, lembaga pelatihan, serta dukungan dari BP2MI untuk memformulasikan skema pelatihan dan sertifikasi calon pekerja migran.
“Harapannya, ke depan, tidak ada lagi PMI asal Cirebon yang berangkat secara ilegal. Semua dilatih, disertifikasi, dan diberangkatkan dengan prosedur yang benar,” tutup Agus.