Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jumlah Petambak Naik, Produksi Garam Cirebon Justru Merosot

Produksi garam di Kabupaten Cirebon mengalami penurunan drastis dalam satu tahun terakhir meski jumlah petambak dan luas lahan justru bertambah.
Petambak garam/Bisnis
Petambak garam/Bisnis

Bisnis.com, CIREBON - Produksi garam di Kabupaten Cirebon mengalami penurunan drastis dalam satu tahun terakhir meski jumlah petambak dan luas lahan justru bertambah dibanding tahun sebelumnya. 

Data terbaru dari Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Cirebon yang dirilis melalui Kabupaten Cirebon dalam Angka 2025 menunjukkan adanya ketimpangan antara pertumbuhan pelaku usaha tambak garam dengan hasil produksi yang dihasilkan.

Pada 2023, tercatat sebanyak 924 orang petambak mengelola lahan seluas 1.242 hektare dengan total produksi garam mencapai 116.490 ton. Namun di tahun 2024, jumlah petambak naik menjadi 1.017 orang dan luas lahan bertambah menjadi 1.283,2 hektare.

Ironisnya, produksi justru turun drastis menjadi 91.459 ton, atau berkurang lebih dari 25 ribu ton dibanding tahun sebelumnya.

Kecamatan Pangenan masih menjadi sentra produksi garam terbesar di Kabupaten Cirebon. Sepanjang dua tahun terakhir, jumlah petambak dan luas lahannya tetap stabil, yakni 516 orang dengan lahan seluas 785 hektare. 

Namun, hasil produksi garam di wilayah ini menurun dari 62.636,7 ton pada 2023 menjadi 57.141 ton pada 2024.

Penurunan paling signifikan juga terjadi di Kecamatan Gebang. Pada 2023, wilayah ini menghasilkan 17.958,2 ton garam dari 80 hektare lahan dan 78 petambak. Namun pada 2024, meski jumlah petambak meningkat menjadi 134 orang dan lahan bertambah menjadi 100 hektare, produksi justru anjlok menjadi 6.310 ton.

Hal serupa terjadi di Kecamatan Losari. Pada 2023, sebanyak 154 petambak mengelola 150 hektare lahan dan mampu menghasilkan 9.662,3 ton garam. 

Namun di 2024, jumlah petambak menurun drastis menjadi 92 orang, luas lahan menyusut menjadi 90 hektare, dan hasil panen ikut turun menjadi 8.310 ton.

Perubahan mencolok juga terjadi di Astanajapura. Jumlah petambak meningkat pesat dari hanya 3 orang pada 2023 menjadi 91 orang pada 2024. Luas lahan juga naik dari 40 hektare menjadi 81,2 hektare. Namun, hasil produksi hanya sedikit turun, dari 4.330,4 ton menjadi 4.182 ton.

Sementara itu, Suranenggala yang pada 2023 memiliki 10 petambak dengan produksi 6.770 ton dari 32 hektare lahan, mengalami penambahan jumlah petambak menjadi 45 dan lahan menjadi 43 hektare. Akan tetapi, produksinya turun drastis menjadi 2.365 ton.

Berbeda dengan wilayah lain, Kecamatan Mundu justru mencatat kenaikan produksi. Meski jumlah petambak menurun dari 130 menjadi 70 orang, dan lahan bertambah dari 41 hektare menjadi 70 hektare, hasil produksi meningkat dari 2.628,5 ton menjadi 3.589 ton pada 2024.

Kapetakan juga mengalami kenaikan jumlah petambak, dari 21 orang pada 2023 menjadi 57 orang pada 2024. Luas lahan tetap 110 hektare, namun hasil produksi garam menurun dari 10.706,9 ton menjadi 9.378 ton.

Satu kasus ekstrem terjadi di Gunungjati. Dengan jumlah petambak tetap 12 orang dan luas lahan tak berubah 4 hektare, produksi garam di kecamatan ini justru merosot tajam. Dari 1.796,8 ton pada 2023 menjadi hanya 184 ton pada 2024.

Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya kendala besar, baik dari sisi teknis maupun cuaca ekstrem yang sangat memengaruhi proses produksi garam di kawasan tersebut.

Petani garam di Kabupaten Cirebon tengah menghadapi tantangan berat tahun ini akibat kemarau basah. Kondisi cuaca yang berbeda dari biasanya ini menyebabkan proses kristalisasi garam terganggu, mengancam produksi dan pendapatan para petani garam di wilayah pesisir tersebut.

Kemarau basah, yang biasanya ditandai dengan cuaca panas dan sedikit hujan, tahun ini justru diwarnai hujan ringan hingga sedang yang sering turun tanpa menentu. 

Menurut para petani garam, curah hujan yang masih berlangsung di musim kemarau menyebabkan air laut tidak dapat menguap sempurna, sehingga garam sulit mengkristal.

“Sebenarnya musim kemarau ini waktu terbaik kami untuk menghasilkan garam berkualitas. Tapi sekarang air laut susah mengering, garam jadi lama terbentuk dan kualitasnya menurun,” ujar salah seorang petani garam di Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Rohman, Jumat (23/5/2025).

Rohman dan rekan-rekannya sudah mulai merasakan dampaknya. Produksi garam yang biasanya bisa mencapai puluhan ton kini menurun drastis. Tak hanya itu, harga jual pun terancam ikut anjlok akibat kualitas garam yang kurang maksimal.

“Kalau proses kristalisasi terus terganggu, kami bisa rugi besar. Ini juga berpengaruh ke kehidupan keluarga kami yang mengandalkan hasil garam sebagai mata pencaharian,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper