Bisnis.com, CIREBON - Tahun 2025 menjadi periode yang paling berat bagi industri perhotelan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Tren penurunan tingkat penghunian kamar hotel sepanjang kuartal pertama tahun ini menandai tekanan signifikan pada sektor pariwisata dan jasa akomodasi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, okupansi hotel gabungan sempat jatuh ke titik terendah dalam setahun terakhir, yakni hanya 28,58% pada kuartal 1 2025.
Kepala BPS Kabupaten Cirebon Judiharto Trisnadi mengatakan angka ini merupakan sinyal kuat kalaubindustri perhotelan sedang mengalami tekanan struktural, terutama akibat faktor musiman dan ketidakpastian ekonomi regional.
“Penurunan ini harus menjadi perhatian. Kita tidak bisa hanya menyalahkan musim atau libur panjang yang tidak beriringan. Ada pola yang menunjukkan penurunan daya beli, perubahan pola wisatawan, dan belum pulihnya minat berlibur masyarakat,” ujar Judiharto, Rabu (25/6/2025).
Data BPS menunjukkan, sepanjang April 2024 hingga April 2025, tingkat penghunian kamar hotel gabungan (gabungan hotel bintang dan non-bintang) relatif fluktuatif. Meski sempat menyentuh 47,35% pada Desember 2024, angka tertinggi dalam setahun terakhirnamun grafik terus menurun memasuki awal tahun 2025.
Baca Juga
Pada Januari 2025, okupansi kamar hotel gabungan tercatat turun ke 41,61 persen, dan semakin jatuh ke 39,69 persen pada Februari. Puncak keterpurukan terjadi di bulan Maret 2025, dengan okupansi hanya sebesar 28,58 persen. Baru pada April 2025 terlihat ada lonjakan kembali ke 46,65 persen, bersamaan dengan momen libur panjang Lebaran dan awal kuartal pariwisata.
“Fluktuasi ini sebenarnya bisa diprediksi. Namun penurunan tajam ke bawah 30% Itu luar biasa. Ini menjadi titik terendah dalam satu tahun terakhir,” tambah Judiharto.
Jika ditelisik lebih dalam, data BPS juga memisahkan tingkat hunian hotel berbintang. Hotel-hotel berbintang sempat menunjukkan performa lebih stabil dibandingkan hotel non-bintang. Pada Desember 2024, tingkat hunian hotel bintang mencapai 56,33%, tertinggi dalam satu tahun terakhir.
Namun, memasuki 2025, tren serupa terjadi. Hunian hotel bintang turun menjadi 46,35% di Januari, dan semakin turun ke 45,15% di Februari. Lalu, jatuh ke angka mengkhawatirkan sebesar 32,09% pada Maret.
“Hotel bintang sempat menjadi penopang industri perhotelan, terutama saat peak season akhir tahun. Tapi kondisi makro dan psikologis wisatawan turut menyeret mereka ke tren yang sama,” jelas Judiharto.
Meski pada April 2025 angka kembali naik ke 53,05 persen, BPS menilai pemulihan ini masih bersifat musiman dan belum bisa dijadikan patokan kestabilan jangka panjang.
Judiharto mengungkapkan ada tiga penyebab utama yang membuat industri perhotelan di Cirebon melemah pada awal 2025. Pertama, penurunan daya beli masyarakat pascalibur akhir tahun.
Kedua, belum optimalnya penyelenggaraan event wisata berskala regional maupun nasional di awal tahun. Dan ketiga, konsentrasi wisatawan yang terlalu menumpuk pada momen tertentu.
“Hotel di Cirebon itu sangat tergantung pada wisatawan domestik dan acara pemerintahan atau perusahaan. Kalau event besar tidak digelar di sini, otomatis okupansi merosot,” katanya.
Perhimpunan Restoran dan Hotel Indonesia (PHRI) Kabupaten Cirebon menyebutkan, sebagian kegiatan pemerintahan maupun wisuda yang dilaksanakan di hotel gagal dilaksanakan sepanjang 2025.
Ketua PHRI Kabupaten Cirebon Ida Kartika mengungkapkan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat berdampak langsung pada operasional hotel dan penyedia jasa acara di wilayah Cirebon.
Sejak awal 2025, tingkat pembatalan kegiatan di hotel melonjak tajam, terutama setelah kebijakan larangan rapat dan perjalanan dinas luar kota diberlakukan.
“Sejak Januari sampai Mei itu, kita tidak ada sama sekali kegiatan rapat atau meeting. Biasanya itu ramai sekali, apalagi dari instansi pemerintah. Tapi sekarang benar-benar kosong,” kata Ida.
Ida menjelaskan, acara yang terdampak tidak hanya terbatas pada kegiatan pemerintahan seperti rapat dinas atau bimbingan teknis (bimtek), tetapi juga kegiatan masyarakat seperti wisuda sekolah.
Ia mencontohkan sejumlah wilayah yang biasanya aktif melaksanakan wisuda di hotel kini membatalkan seluruh agenda.
“Wilayah timur seperti di hotel Dedijaya itu ada sembilan sekolah yang sudah membatalkan wisuda. Di Hotel Aston, ada 18 cara wisuda yang dibatalkan. Di Hotel Patra, hampir 90% dari seluruh agenda acara dibatalkan,” ungkapnya.