Bisnis.com, CIREBON - Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Cirebon memastikan tidak ada beras oplosan di wilayahnya setelah melakukan pemantauan langsung ke sejumlah pasar tradisional dan pedagang.
Pemantauan tersebut menindaklanjuti aturan Badan Pangan Nasional tahun 2023 yang mengatur ketat label dan mutu beras, termasuk pencegahan pencampuran antara beras medium dan premium.
Sekretaris Disperdagin Kabupaten Cirebon Rodiya menjelaskan pihaknya rutin berkoordinasi dengan dinas terkait dan Badan Pangan Nasional untuk memastikan kualitas beras yang beredar sesuai standar.
Salah satu fokus pengawasan adalah mengantisipasi praktik oplosan, yakni pencampuran beras medium dengan beras premium yang kemudian dijual dengan harga lebih tinggi.
“Yang paling dikhawatirkan itu kualitas beras medium dioplos dengan premium dan dijual dengan harga premium. Secara kasat mata, beras premium dan medium memang sulit dibedakan, sehingga ini perlu pengawasan ketat,” ujar Rodiya, Kamis (14/8/2025).
Menurut dia, perbedaan mutu beras tidak cukup hanya dilihat dari warna atau penampilan fisik. Ada sejumlah parameter teknis yang menjadi acuan, yaitu persentase butir patah, kadar air, tingkat kebersihan dari kotoran, serta derajat putih atau whiteness beras.
Baca Juga
Berdasarkan regulasi, beras premium harus memenuhi standar tertinggi, termasuk tidak boleh mengandung kotoran sama sekali atau zero kotoran. Sedangkan untuk beras medium, masih ada toleransi jumlah kotoran dalam jumlah sangat kecil, misalnya satu butir kotoran masih diperbolehkan.
“Kadar air itu tidak bisa dilihat secara kasat mata, harus diuji di laboratorium. Kalau kotoran bisa terlihat langsung. Kalau premium, tidak boleh ada kotoran sedikit pun. Kalau medium, sedikit masih boleh. Butir patah juga menjadi pembeda penting antara keduanya,” jelasnya.
Hasil pengecekan di lapangan menunjukkan, sejauh ini belum ditemukan beras oplosan di Kabupaten Cirebon. Bahkan, dari pemantauan langsung di pasar, beberapa beras yang dikategorikan medium justru memiliki mutu mendekati premium dari sisi persentase butir patah dan kebersihan.
“Di pasar, justru ada beras medium yang kualitasnya sudah masuk ring premium jika dilihat dari kotoran dan butir patahnya. Warna atau whiteness-nya pun masih bagus. Jadi, konsumen justru diuntungkan dengan kondisi saat ini,” kata Rodiya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa penilaian kualitas beras secara menyeluruh tetap membutuhkan uji laboratorium, khususnya untuk parameter kadar air yang tidak dapat ditentukan hanya dengan pengamatan mata.
Untuk itu, Disperdagin berencana melibatkan laboratorium uji pangan dalam program pengawasan berikutnya agar data mutu beras lebih akurat.
Pengawasan ini, lanjutnya, bukan hanya untuk melindungi konsumen, tetapi juga pedagang yang sudah menjual produk sesuai aturan. Praktik oplosan tidak hanya merugikan pembeli karena membayar harga premium untuk beras mutu rendah, tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat di antara pelaku usaha.
“Kami ingin memastikan semua pihak diuntungkan, baik konsumen maupun pedagang. Kalau kualitas beras medium saat ini sudah mendekati premium, berarti masyarakat mendapatkan nilai lebih dari harga yang dibayar,” ujarnya.
Disperdagin juga mengimbau masyarakat agar lebih teliti saat membeli beras, meskipun secara umum kondisi di pasar Cirebon aman. Edukasi kepada konsumen dinilai tetap penting agar pembeli memahami perbedaan mutu dan tidak tertipu jika ada oknum yang mencoba memanipulasi harga.
“Label dan mutu itu sudah jelas diatur. Tinggal bagaimana pengawasan di lapangan dijalankan secara konsisten. Kami sudah berkomitmen untuk itu,” tegas Rodiya.
Ia menambahkan, pengawasan akan terus dilakukan secara berkala, terutama di musim paceklik ketika harga beras cenderung naik dan risiko terjadinya oplosan lebih besar. Koordinasi dengan instansi terkait, termasuk Badan Pangan Nasional dan laboratorium uji, akan diperkuat agar setiap temuan bisa segera ditindaklanjuti.