Bisnis.com, BANDUNG - Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia menyiapkan penerbitan obligasi kupon murah, Patriot Bond bernilai Rp50 triliun dengan tenor 5–7 tahun dan kupon 2%.
Pemerhati ekonomi dan kebijakan publik Raditya Indrajaya menilai angka tersebut jauh di bawah suku bunga acuan Bank Indonesia posisi Agustus 2025 yaitu 5,00% dan yield SUN 10 tahun sekitar 6,3%.
"Dalam catatan CELIOS, Patriot Bond berpotensi merebut dana deposito perbankan, khususnya dari konglomerat yang bisa mengalihkan dana besar mereka dari bank ke obligasi patriotik ini. Di waktu yang sama, koalisi sipil juga menyiapkan Danantara Monitor—alat pantau transparansi agar publik bisa mengawasi," ujar dia, Kamis (28/8/2025).
Raditya mengungkapkan, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan per Juni 2025 sekitar Rp9.329 triliun (tumbuh 6,96% yoy). Artinya, target Rp50 triliun itu setara ±0,54% dari total DPK—secuil saja dari kolam likuiditas bank.
"Perpindahan 1% DPK saja sudah sekitar Rp93 triliun atau nyaris 2 kali target awal. 5% DPK? kurang lebih Rp466 triliun. Dengan kata lain, secara kapasitas pasar, program ini very doable," tambahnya.
Sementara dari sisi uang beredar (M2), posisi Juli 2025 tembus Rp9.569,7 triliun. Kondisi tersebut memperlihatkan likuiditas domestik yang memadai untuk menyerap skema dana murah jika desainnya tepat.
Baca Juga
"Bila kita bicara underground/shadow economy, beragam studi memperkirakan ukurannya 20–30% PDB (rata-rata jangka panjang). Ambil titik tengah 25% saja, berarti ada Rp5.500 triliun aktivitas ekonomi di luar radar resmi. Menarik 10% saja dari porsi ini ke sistem formal berarti Rp550 triliun, 11× target gelombang awal Patriot Bonds. Inilah urgensi nasionalisasi likuiditas lewat persuasi."
Berdasarkan catatan bunga dan insentif, rata-rata bunga deposito 12 bulan di 2025 berkisar ±5%, yang mana di atas kupon Patriot Bonds 2%. Secara kalkulator, katanya, obligasi patriotik kalah menarik.
"Tapi secara politik-ekonomi, Patriot Bonds memberi license to operate bagi dana besar yang ingin pulang kampung dengan stempel merah putih," katanya lagi.
Raditya optimistis, Danantara memberi “mesin” kelembagaan untuk menyerap dan menyalurkan dana murah secara strategis.
"Kalau ribuan triliun dana yang selama ini 'liar' berhasil dipanggil pulang, Indonesia meloncat kelas—dari sekadar tumbuh, menjadi negara besar. Saya betul-betul optimis."
Dari faktor kondisi makro, kombinasi inflasi Juli 2025 2,37% yoy, yield SUN 10-tahun 6,3%, dan likuiditas domestik (M2) yang terus tumbuh, akan menciptakan jendela kebijakan untuk mengarahkan dana murah ke prioritas rakyat.
Kemudian, terdapat pula efek pengganda yaitu PDB 2024 Rp22.139 triliun. Dengan mengalihkan sekadar 2% dari DPK atau sekitar Rp186 triliun ke proyek hilirisasi dan infrastruktur ber-multiplier tinggi bisa menciptakan lapangan kerja, substitusi impor, dan basis pajak baru.
"Tetapi harus memenuhi tiga syarat, yaitu transparansi, target, dan tata kelola. Saya optimis bila Patriot Bonds berhasil menarik dana besar—baik yang resmi maupun yang underground—dan didayagunakan untuk hilirisasi serta program kerakyatan, Indonesia di era Prabowo punya peluang riil menjadi negara besar," pungkasnya.