Bisnis.com, CIREBON - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) menjadi sorotan karena mayoritas pasangan petahana tidak mampu mempertahankan dominasinya.
Hasil sementara menunjukkan beberapa pasangan calon (paslon) incumbent mengalami kekalahan telak dalam perolehan suara.
Hingga Rabu (27/11/2024) pukul 21.00 WIB, data sementara menunjukkan pasangan petahana dari Kota Cirebon, Eti Herawati-Suhendrik, hanya mampu meraih 29,35% suara.
Hal ini menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan dengan popularitas mereka pada periode sebelumnya. Di Kabupaten Kuningan, pasangan Muhammad Ridho Suganda-Kamdan juga gagal mendominasi dengan hanya mendapatkan 34,32% suara.
Sementara itu, petahana dari Kabupaten Majalengka, Karna Sobahi-Koko Suyoko, berada di angka 39,76%. Meski mendekati 40%, raihan ini dinilai tidak cukup untuk mempertahankan kursi kepemimpinan mereka.
Lebih mencolok lagi adalah hasil di Kabupaten Indramayu, di mana pasangan Nina Agustina-Tobroni hanya mampu meraih 18,3% suara, jauh dari harapan untuk melanjutkan kepemimpinan mereka.
Baca Juga
Namun, dari seluruh wilayah Ciayumajakuning, ada satu pasangan petahana yang masih mampu bertahan. Di Kabupaten Cirebon, pasangan Imron Rosyadi-Agus Kurniawan Budiman unggul sementara dengan perolehan suara 44,65%.
Meski masih di bawah ambang batas mayoritas absolut, mereka setidaknya menunjukkan daya saing lebih tinggi dibandingkan pasangan petahana di wilayah lainnya.
Kekalahan pasangan petahana di banyak daerah Ciayumajakuning ini menjadi fenomena menarik dalam pilkada 2024. Faktor ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan sebelumnya menjadi alasan utama.
Selain itu, strategi kampanye yang kurang efektif dan meningkatnya popularitas para penantang juga turut berperan dalam hasil sementara ini.
Di Kota Cirebon, pasangan Eti-Suhendrik yang hanya meraih 29,35% suara disebut gagal mempertahankan basis massa tradisionalnya. Kampanye pasangan ini dianggap kurang berhasil menyentuh isu-isu strategis yang dihadapi masyarakat urban.
Hal serupa terjadi di Kuningan dan Majalengka, di mana pasangan Ridho-Kamdan dan Karna-Koko dinilai tidak mampu menawarkan program inovatif yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal.
Sementara itu, di Indramayu, kekalahan telak pasangan Nina-Tobroni dengan hanya 18,3% suara mengindikasikan adanya pergeseran kepercayaan masyarakat yang drastis.
Di tengah gelombang kekalahan petahana, pasangan Imron Rosyadi-Agus Kurniawan Budiman dari Kabupaten Cirebon muncul sebagai anomali. Dengan perolehan 44,65% suara, pasangan ini dinilai berhasil menjaga kepercayaan masyarakat.
Beberapa faktor yang mendukung kemenangan sementara mereka antara lain keberhasilan dalam program pembangunan infrastruktur dan pendekatan lebih dekat dengan masyarakat.
Namun, para pengamat menilai bahwa persaingan masih ketat. Hasil sementara ini belum bisa dijadikan acuan final karena penghitungan suara masih berlangsung.