Bisnis.com, CIREBON - Petani di Kabupaten Cirebon menyambut dengan antusias rencana pemerintah mengubah sistem distribusi pupuk subsidi dari kios ke gabungan kelompok tani (gapoktan).
Mereka berharap langkah ini dapat mengatasi berbagai masalah dalam distribusi pupuk subsidi yang selama ini dinilai tidak adil.
Petani asal Kecamatan Pabedilan, Ahmad mengungkapkan rasa optimisnya terhadap sistem distribusi baru ini. Menurutnya, sistem yang melibatkan gapoktan lebih menjamin distribusi pupuk tepat sasaran dibandingkan dengan skema melalui kios.
“Kalau lewat gapoktan, pupuk lebih langsung ke petani. Semoga tidak ada lagi cerita petani asli tidak kebagian pupuk karena diserobot oleh yang bukan petani,” ujar Ahmad, Rabu (11/12/2024).
Ahmad mengaku pernah mengalami kesulitan mendapatkan pupuk subsidi karena kuota di kios telah habis sebelum ia sempat membeli. Ia berharap sistem baru ini dapat menghilangkan praktik seperti “siapa cepat, dia dapat” yang sering dikeluhkan petani kecil.
Sistem baru ini menempatkan gapoktan sebagai ujung tombak distribusi. Ketua salah satu gapoktan di Kecamatan Gegesik, Sumarna, mengaku siap menjalankan peran ini meskipun diakui banyak tantangan yang harus dihadapi.
Baca Juga
“Sebagai gapoktan, kami harus benar-benar mempersiapkan diri. Mulai dari modal untuk menebus pupuk, gudang penyimpanan, sampai manajemen distribusi yang baik. Ini bukan tugas yang ringan, tapi kami siap belajar,” kata Sumarna.
Ia menambahkan, keberhasilan sistem ini juga bergantung pada dukungan dari pemerintah daerah. Misalnya, penyediaan fasilitas seperti gudang dan pendampingan teknis dalam pengelolaan distribusi pupuk.
“Harapan kami, pemerintah kabupaten bisa mendukung penuh. Kalau gapoktan dibiarkan jalan sendiri tanpa arahan, tentu akan sulit,” tuturnya.
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono menegaskan langkah ini adalah kebijakan strategis, namun membutuhkan persiapan matang di berbagai lini.
“Sistem distribusi pupuk yang akan langsung ke gapoktan ini tentu langkah maju. Tapi, ini tidak mudah. Perlu persiapan serius agar perubahan ini bisa berjalan efektif,” kata Ono.
Perubahan sistem ini bertujuan untuk mengurangi praktik penyalahgunaan yang selama ini kerap terjadi dalam distribusi pupuk melalui kios.
Sistem baru ini diharapkan lebih adil karena kuota distribusi ditentukan berdasarkan luas lahan pertanian petani di desa masing-masing. Namun, Ono mengingatkan bahwa implementasi perubahan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Menurut Ono, keberhasilan perubahan skema distribusi ini sangat bergantung pada kesiapan pemangku kepentingan di daerah, khususnya pemerintah kabupaten, gapoktan, dan penyuluh pertanian.
Ia menekankan pentingnya pembahasan intensif antara Dinas Pertanian (Distan), gapoktan, dan pihak terkait lainnya.
“Saya sudah sampaikan ke Pj Bupati Cirebon agar ada diskusi lebih awal melibatkan semua pihak. Hal ini penting untuk mengantisipasi kendala yang mungkin muncul di lapangan,” katanya.
Salah satu tantangan terbesar adalah kesiapan gapoktan sebagai penyalur baru. Gapoktan harus memiliki modal yang cukup untuk menebus pupuk subsidi sebelum mendistribusikannya ke petani.
“Gapoktan harus siap dari segi permodalan. Ini bukan hal kecil karena DO-nya harus ditebus dulu. Kelompok tani perlu perencanaan finansial yang baik,” jelas Ono.
Selain modal, gapoktan juga harus memiliki fasilitas seperti gudang penyimpanan pupuk. Namun, pemerintah desa (pemdes) dan Pemkab dapat membantu gapoktan dalam penyediaan infrastruktur ini.
“Gapoktan bisa berkoordinasi dengan pemdes atau Pemkab untuk menyiapkan gudang. Ini salah satu hal penting yang harus segera dipersiapkan,” tambahnya.
Sistem distribusi langsung ke gapoktan ini, menurut Ono, akan lebih menjamin keadilan dan transparansi. Selama ini, distribusi melalui kios kerap dilaporkan menjadi celah bagi praktik-praktik curang.
“Kami sering menerima laporan bahwa distribusi melalui kios tidak adil. Siapa yang cepat menaruh uang, meskipun bukan petani di desa itu, tetap dapat pupuk subsidi. Ini tidak boleh terjadi lagi,” tegasnya.
Dengan sistem baru, setiap desa akan mendapatkan kuota pupuk yang sesuai dengan luas lahan pertanian di wilayahnya. Hal ini diyakini dapat mengurangi keluhan petani yang selama ini kesulitan mendapatkan pupuk subsidi.
“Kuotanya sudah dihitung berdasarkan luas tanam. Dengan sistem ini, diharapkan tidak ada lagi petani yang terpinggirkan,” ujarnya optimis.
Meski terlihat menjanjikan, Ono tidak menutup mata terhadap tantangan besar yang menanti. Ia mengingatkan bahwa gapoktan bukan hanya harus siap secara teknis, tetapi juga dari segi manajemen dan koordinasi.
“Gapoktan harus mampu mengelola distribusi dengan baik, mulai dari permodalan hingga pengelolaan stok. Ini butuh pendampingan dan kerja sama semua pihak, termasuk pemerintah daerah,” tuturnya.
Ono juga berharap Pemkab Cirebon memberikan dukungan penuh, baik dalam bentuk pendampingan teknis maupun fasilitas, agar gapoktan bisa menjalankan tugas barunya dengan lancar.
Rencana ini tidak hanya menjadi langkah perbaikan sistem distribusi pupuk subsidi, tetapi juga menjadi momentum penting untuk mereformasi tata kelola sektor pertanian. Jika berhasil, model distribusi melalui gapoktan ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia.
“Kebijakan ini adalah langkah besar untuk memastikan pupuk subsidi sampai ke tangan petani yang benar-benar membutuhkan. Jika kita bisa mempersiapkannya dengan baik, ini akan menjadi sistem yang lebih adil dan transparan,” pungkas Ono.