Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perusahaan Era Kolonial Kuasai Lahan Sawit, Garut Minta 20% untuk Dikelola Rakyat

Pemkab Garut menuntut komitmen tanggung jawab sosial dari PT Condong agar menyerahkan sedikitnya 20% dari total lahan HGU mereka kepada masyarakat setempat.
Perkebunan sawit/Bisnis
Perkebunan sawit/Bisnis

Bisnis.com, GARUT - Pemerintah Kabupaten Garut menuntut komitmen tanggung jawab sosial dari PT Condong, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah beroperasi sejak era kolonial, agar menyerahkan sedikitnya 20% dari total lahan Hak Guna Usaha (HGU) mereka kepada masyarakat setempat. 

Bupati Garut Abdusy Syakur Amin mengatakan inisiatif ini bukan sekadar upaya pemberdayaan masyarakat, tetapi bagian dari koreksi atas ketimpangan akses lahan yang selama ini dikuasai korporasi besar. 

Pemerintah daerah menilai, keberadaan perusahaan-perusahaan perkebunan dengan kepemilikan lahan luas tidak boleh terus-menerus berlangsung tanpa kontribusi signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat lokal.

“Selama ini masyarakat hanya jadi penggarap. Harapan kita, masyarakat punya lahan sendiri, minimal 20% dari lahan PT Condong bisa dikelola mereka langsung,” kata Syakur, Senin (4/8/2025).

Berdasarkan diskusi antara Pemkab Garut dan pihak perusahaan, muncul angka 1.500 hektare sebagai luas lahan yang akan dialokasikan kepada masyarakat. 

Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan soal mekanisme penyerahan lahan tersebut. Pemerintah daerah masih menunggu langkah konkret dari PT Condong, yang sedang dalam proses memperpanjang izin HGU.

Menurut Syakur, status HGU memberikan hak eksklusif bagi perusahaan untuk mengelola lahan negara dalam jangka waktu tertentu. Namun, dalam banyak kasus di Indonesia, proses perpanjangan HGU sering diwarnai konflik agraria, terutama jika hak-hak masyarakat lokal diabaikan. 

"Rencana yang ditawarkan Pemkab Garut adalah model kemitraan di mana masyarakat diberi akses lahan untuk ditanami kelapa sawit, komoditas bernilai ekonomi tinggi," ujar Syakur.

"Untuk mendukung petani, pemerintah akan memfasilitasi pinjaman lunak, dan mendorong sistem tumpangsari selama tiga tahun pertama sebelum sawit siap panen. Sambil menunggu sawit berbuah, masyarakat bisa tanam jagung atau komoditas lain untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar imbuhnya.

Pemerintah, kata Syakur, optimistis petani akan memperoleh penghasilan tetap dan layak dari sawit. Dengan produktivitas 500 kilogram hingga 2 ton per hektare, dan harga sawit sekitar Rp2.500 per kilogram. Petani pun disebut bisa meraih pendapatan Rp1 juta per minggu, atau Rp4 juta per bulan.

Namun perhitungan ini dianggap terlalu optimistis oleh sebagian pihak. Biaya perawatan sawit, risiko gagal panen, fluktuasi harga, serta potensi monopoli pembeli oleh PT Condong dapat memangkas margin keuntungan petani. 

"Selain itu, tanpa akses terhadap koperasi atau lembaga keuangan mikro yang adil, petani rentan terjebak dalam utang untuk modal produksi," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro