Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PKL Kembali Kuasai Kawasan Batik Trusmi Cirebon, Penataan Ala Malioboro Gagal Total

Dalam hitungan hari, puluhan PKL yang semula telah menyingkir dari kawasan tersebut kembali menggelar lapak dagangan mereka di sepanjang trotoar dan bahu jalan.
Kawasan Batik Trusmi
Kawasan Batik Trusmi

Bisnis.com, CIREBON - Kawasan Batik Trusmi di Kabupaten Cirebon kembali dipenuhi pedagang kaki lima (PKL) setelah sebelumnya dilarang berjualan pekan lalu. 

Larangan tersebut merupakan bagian dari rencana penataan kawasan yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, untuk menjadikan Trusmi sebagai destinasi wisata batik modern yang menyerupai konsep Malioboro di Yogyakarta.

Namun, hanya dalam hitungan hari, puluhan PKL yang semula telah menyingkir dari kawasan tersebut kembali menggelar lapak dagangan mereka di sepanjang trotoar dan bahu jalan. 

Mereka menjajakan aneka makanan ringan, pakaian, hingga kebutuhan pangan. Kondisi ini membuat wajah kawasan kembali semrawut dan menghambat akses pejalan kaki maupun lalu lintas kendaraan wisatawan.

“Saya tahu di sini sempit dan dilarang, setidaknya ada yang beli,” ujar Kholifah di Kawasan Batik Trusmi Kabupaten Cirebon, Selasa (10/6/2025).

Menurut Kholifah, tempat relokasi yang disediakan tidak strategis dan jauh dari arus wisatawan. Selain itu, promosi dan fasilitas di lokasi baru juga dianggap belum siap mendukung aktivitas dagang para PKL.

“Katanya mau dibikin seperti Malioboro, tapi Malioboro itu ditata bagus dan tetap ada pedagang. Kalau kami cuma dipindahkan ke tempat sepi, ya bagaimana bisa bertahan hidup?” tambahnya.

Rencana penataan kawasan Batik Trusmi sebagai destinasi wisata tematik dengan konsep ala Malioboro merupakan salah satu program unggulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi.

Trusmi dipilih karena potensinya sebagai sentra batik terbesar di Jawa Barat, sekaligus destinasi belanja khas Cirebon yang sudah dikenal luas.

Namun, kembalinya para pedagang ke area yang dilarang menunjukkan belum kuatnya implementasi di lapangan. Tak hanya soal infrastruktur, persoalan sosial-ekonomi para pedagang juga belum tertangani secara menyeluruh.

Identitas khas yang sangat kuat, mulai dari arsitektur bangunan, kuliner, hingga nilai-nilai kebudayaan Islam yang tertanam sejak masa kerajaan-kerajaan di Tanah Jawa.  

Namun, potensi tersebut terancam hilang jika tata ruang tidak segera diatur dengan pendekatan yang selaras dengan nilai historis dan karakter lokal. 

"Yang pertama, infrastrukturnya ke depan harus secara bersama-sama dibenahi, dari pusat kota sampai desa. Infrastrukturnya bukan hanya jalan, tapi bangunan-bangunan harus ditata arsitekturnya, dikembalikan ke khas gaya Kacirebonan,” ujar Dedi. 

Menurutnya, wajah Kabupaten Cirebon harus mencerminkan nilai sejarah dan budaya yang khas. Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah daerah segera menyusun dan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Arsitektur Budaya Khas Cirebon yang secara khusus mengatur tentang bentuk, pola, dan penataan kawasan agar sesuai dengan identitas lokal. 

Bali bisa kokoh karena tertata, karena mereka menjadikan ruh budaya sebagai satu kesatuan. Nah, Cirebon juga bisa. Kita tidak cukup hanya menjual alam. Budaya dan tata ruang harus dijadikan fondasi pembangunan,” tegasnya. 

Dedi juga meminta Pemkab Cirebon memperhatikan penataan sektor kuliner dan industri kreatif. Ia menilai makanan khas Cirebon sudah mulai menasional dan digemari masyarakat luar daerah, namun penyajiannya masih belum tertata.  

Ia mendorong adanya standarisasi outlet makanan, penataan kawasan kuliner, serta pengembangan desain yang mendukung pariwisata budaya. “Ke depan, tempat-tempat makanannya harus ditata, outlet-outletnya diperbaiki. Bukan hanya soal rasa, tapi tampilan dan atmosfer tempat makannya juga harus khas,” ujarnya. 

Ia juga menyoroti keberadaan becak tradisional yang dianggap sebagai elemen budaya visual di kawasan kota lama. Becak-becak itu, kata dia, harus direstorasi dengan cat dan lukisan bergaya khas Kacirebonan. 

“Kalau orang masuk Cirebon, harus terasa beda. Harus seperti masuk ke kota tua yang hidup, bukan kota yang acak-acakan,” katanya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper