Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Bawang Merah Majalengka Turun, Petani Hadapi Tekanan Harga dan Cuaca

Produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka mengalami penurunan signifikan sepanjang tahun 2024.
Pedagang memilah bawang merah di pasar induk Kramat Jati di Jakarta, Senin (23/9/2024)/JIBI/Bisnis/Abdurachman
Pedagang memilah bawang merah di pasar induk Kramat Jati di Jakarta, Senin (23/9/2024)/JIBI/Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, MAJALENGKA - Produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka mengalami penurunan signifikan sepanjang tahun 2024. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Majalengka, total produksi bawang merah sepanjang tahun ini tercatat hanya 319.782,50 kilogram, turun sekitar 10,7% dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 358.111,76 kilogram.

Kepala BPS Majalengka Joni Kasmuri menjelaskan penurunan produksi ini berkaitan erat dengan berkurangnya luas panen di sejumlah kecamatan penghasil utama. 

Luas panen pada 2024 hanya tercatat 2.671 hektare, menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 2.882,50 hektare.

“Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak menentu serta bergesernya pola tanam petani ke komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan,” ujar Joni kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025).

Beberapa wilayah sentra produksi utama, seperti Kecamatan Dawuan, Argapura, dan Cingambul, mengalami penurunan baik dari sisi produksi maupun luas panen. 

Di Dawuan, misalnya, produksi anjlok dari 30.082 kilogram pada 2023 menjadi hanya 15.510 kg pada 2024. Luas panennya pun menyusut dari 198 hektare menjadi 183 hektare.

Fenomena serupa terjadi di Kecamatan Argapura. Meski dikenal sebagai sentra utama bawang merah di Majalengka, angka produksi di wilayah ini tercatat stagnan. 

Pada 2023, Argapura mencatat 122.990 kg, dan pada 2024 hanya turun tipis ke angka 122.190 kg. Namun demikian, luas panen justru berkurang signifikan dari 1.145 hektare menjadi 927 hektare.

“Ini mengindikasikan adanya pergeseran pada tingkat produktivitas. Petani kemungkinan besar melakukan intensifikasi pertanian agar hasil tetap tinggi meski lahan berkurang,” tambah Joni.

Sementara itu, Kecamatan Cikijing justru mencatat peningkatan produksi signifikan, dari 5.402 kg pada 2023 menjadi 15.762,50 kg pada 2024. 

Luas panen di wilayah ini juga bertambah hampir tiga kali lipat, dari 56 hektare menjadi 159 hektare. Hal ini diduga karena mulai dikenalnya teknik budi daya baru serta dukungan irigasi yang membaik pada awal tahun.

Namun, secara keseluruhan, tren penurunan produksi tetap mendominasi. Kecamatan-kecamatan lain seperti Jatitujuh, Kadipaten, dan Majalengka turut mengalami penurunan produktivitas yang cukup drastis. Bahkan di Ligung, penurunan sangat tajam dari 12.441 kg menjadi hanya 503 kg pada tahun ini.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa ketergantungan pada faktor cuaca dan pola tanam tradisional masih tinggi di kalangan petani bawang merah Majalengka.

Berdasarkan pengamatan lapangan, sejumlah petani di daerah seperti Palasah, Jatiwangi, dan Sindangwangi sudah tidak lagi menanam bawang merah dalam dua tahun terakhir. Alhasil, angka produksi dan luas panen di wilayah tersebut tercatat nihil.

Menurut Joni, fenomena ini menandakan bahwa petani makin selektif dalam memilih komoditas pertanian. Banyak di antara mereka yang kini lebih memilih menanam cabai, tomat, atau bahkan komoditas hortikultura lain yang harganya lebih stabil di pasar.

“Fluktuasi harga bawang merah yang tidak bisa diprediksi menjadi salah satu alasan utama petani enggan mengambil risiko,” jelas Joni.

Kenaikan di Wilayah Tertentu

Meskipun secara total mengalami penurunan, sejumlah wilayah justru mencatat lonjakan produktivitas. Kecamatan Kertajati misalnya, yang pada 2023 mencatat produksi 41.250 kg dengan luas panen 275 hektare, mengalami kenaikan menjadi 66.890 kg dan 508 hektare pada 2024.

Peningkatan juga terlihat di Kecamatan Bantarujeg. Wilayah yang pada 2023 hanya menghasilkan 152 kg kini mencatat produksi sebesar 1.360 kg, atau meningkat hampir sembilan kali lipat. Hal ini diikuti oleh peningkatan luas panen dari 3,5 hektare menjadi 14 hektare.

“Kertajati dan Bantarujeg menunjukkan bahwa perluasan areal tanam bisa menjadi solusi strategis untuk meningkatkan produksi, apalagi jika didukung oleh infrastruktur pertanian yang memadai,” kata Joni.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper