Bisnis.com, GARUT- Pemerintah Kabupaten Garut melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menegaskan larangan pembangunan hunian tetap di radius tiga kilometer dari puncak Gunung Guntur.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Garut, Aan Anwae Saefuloh mengatakan, kawasan tersebut dikategorikan sebagai zona merah rawan erupsi dan tidak diperuntukkan bagi permukiman warga.
“Dalam zona satu atau tiga kilometer dari puncak Gunung Guntur, tidak diperbolehkan ada hunian tetap. Itu daerah rawan dan memiliki potensi bahaya tinggi jika gunung erupsi,” ujar Aah kepada awak media seusai kegiatan simulasi.
Larangan ini bukan tanpa alasan. Gunung Guntur merupakan salah satu gunung berapi aktif di Jawa Barat yang bisa meletus kapan saja.
Meski saat ini statusnya dinyatakan aman oleh otoritas vulkanologi, Aah menegaskan bahwa kesiapsiagaan masyarakat dan mitigasi tetap harus dijalankan secara berkelanjutan.
“Erupsi bisa terjadi sewaktu-waktu tanpa tanda-tanda yang kentara. Oleh karena itu, kita harus selalu dalam kondisi siap siaga. Pencegahan jauh lebih penting daripada menyesal kemudian,” tambahnya.
Baca Juga
BPBD Garut selama ini rutin menyosialisasikan zona rawan bencana kepada masyarakat di wilayah kaki Gunung Guntur. Pihaknya juga telah mengeluarkan rekomendasi kepada dinas terkait dan para pengembang agar tidak memaksakan pembangunan permukiman di area berisiko tinggi.
Namun demikian, bangunan yang bersifat hunian sementara seperti hotel, vila, dan penginapan komersial lainnya masih diperbolehkan dalam batas-batas tertentu. Aah menjelaskan bahwa struktur bangunan sementara yang tidak dihuni secara terus-menerus memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan perumahan tetap.
“Hotel dan vila masih kami beri toleransi karena sifatnya bukan tempat tinggal permanen. Tapi tetap harus memperhatikan jalur evakuasi dan sistem peringatan dini,” ujarnya.
Simulasi lapangan yang dilakukan BPBD Garut pada hari itu melibatkan berbagai unsur seperti pemerintah desa, TNI, Polri, relawan, serta masyarakat sekitar. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan warga dalam menghadapi kemungkinan terjadinya erupsi.
Salah satu fokus simulasi adalah proses evakuasi warga dari zona merah ke titik aman, termasuk penanganan bagi kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas. Skenario ini dirancang untuk menghadapi situasi darurat yang bisa muncul sewaktu-waktu.
Kepala BPBD Provinsi Jawa Barat, Teten Ali Mulku Engkun menyatakan, kesadaran kolektif antara pemerintah, warga, dan pelaku usaha wisata sangat diperlukan dalam menghadapi potensi bencana.
“Mitigasi tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja. Warga, pelaku wisata, dan pengembang juga harus terlibat aktif dalam upaya ini. Kita tidak boleh menunggu sampai kejadian terjadi,” kata Teten dalam sambutannya.
Menurutnya, Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kerawanan bencana tertinggi di Indonesia, termasuk potensi erupsi dari beberapa gunung aktif seperti Gunung Guntur.
Oleh sebab itu, pemerintah daerah dituntut bersikap tegas dalam menegakkan aturan zonasi dan larangan pemanfaatan ruang yang membahayakan.
“Kalau kita biarkan perumahan berdiri di zona merah, sama saja menyiapkan bahaya bagi warga. Pemerintah harus berani menolak izin-izin yang bertentangan dengan peta risiko bencana,” tegasnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, lanjut Teten, mendukung penuh langkah BPBD Garut dalam menyosialisasikan kawasan rawan bencana dan mendorong masyarakat untuk memiliki kesadaran bencana sejak dini.
Dia mengingatkan, langkah awal menyelamatkan diri dan keluarga adalah kunci utama ketika bencana melanda. “Jangan tunggu perintah. Saat bencana terjadi, hal kecil seperti menyelamatkan keluarga lebih penting daripada menunggu evakuasi massal,” ujarnya.