Bisnis.com, CIREBON - Bulog Cabang Cirebon mencatat penyerapan gabah kering giling (GKG) dari petani lokal mencapai 120.917 ton sepanjang musim panen tahun ini.
Hasil penyerapan tersebut setara dengan 69.000 ton beras, sehingga jika disetarakan seluruhnya dalam bentuk beras, volume total mencapai 133.624 ton. Penyerapan ini menjadi salah satu yang tertinggi di wilayah Jawa Barat dan mendukung stabilitas stok pangan nasional.
Kepala Cabang Bulog Cirebon Ramaijon Purba mengatakan tingginya angka penyerapan merupakan cerminan keberhasilan program pembelian gabah petani di tingkat lokal.
Menurutnya, capaian tersebut diperoleh berkat kerja sama yang erat antara Bulog, petani, dan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan hasil panen dan menjaga harga gabah di tingkat petani.
"Penyerapan kita untuk gabah kering panen mencapai 120.917 ton. Dari jumlah itu, kita mendapatkan 69.000 ton beras. Jika disetarakan seluruhnya dalam bentuk beras, totalnya 133.624 ton. Ini menunjukkan penyerapan kita sangat tinggi, dan kita berhasil menjaga stabilitas produksi dan stok," ujar Ramaijon, Kamis (7/8/2025).
Ramaijon menambahkan hingga awal Agustus 2025, Bulog Cirebon masih mengelola stok beras sebanyak 175.000 ton, meskipun sebagian besar stok tersebut telah didistribusikan untuk program bantuan pangan dan pengiriman keluar daerah.
Baca Juga
"Setelah semua disalurkan untuk bantuan pangan dan dikurangi pengiriman ke daerah lain, kita masih punya stok sebesar 175.000 ton. Ini sangat besar. Artinya, dari sisi stok, Cirebon berada dalam posisi aman bahkan mendukung daerah lain," jelasnya.
Menurut data Bulog, stok tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal di wilayah Cirebon, meliputi Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kuningan, dan Majalengka, tetapi juga menjadi pemasok cadangan pangan untuk beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat yang mengalami defisit produksi beras.
Lebih lanjut, Ramaijon mengungkapkan dalam satu bulan terakhir, Bulog Cirebon telah melakukan pengiriman beras ke sejumlah daerah yang membutuhkan. Daerah tujuan distribusi tersebut antara lain Bogor, Cianjur, Bandung, dan Karawang.
"Dalam satu bulan terakhir ini, pengiriman keluar dari Cirebon mencapai total sekitar 10.000 ton beras. Move rate kita cukup tinggi karena kita diminta untuk mendukung daerah-daerah yang membutuhkan tambahan pasokan beras, khususnya menjelang musim paceklik di beberapa wilayah," katanya.
Menurut Ramaijon, pengiriman ini dilakukan untuk mendukung stabilisasi harga dan ketersediaan beras di pasar-pasar tradisional dan ritel modern di luar Cirebon.
Ia memastikan, pengiriman tersebut tidak akan mengganggu ketersediaan beras di dalam wilayah Cirebon sendiri, mengingat stok yang ada masih sangat memadai.
Ramaijon menuturkan, Cirebon dinilai memiliki peran strategis dalam sistem logistik pangan nasional, khususnya di sektor beras. Selain merupakan salah satu sentra produksi padi terbesar di Jawa Barat, wilayah ini juga menjadi titik simpul distribusi beras ke berbagai daerah.
"Peran kita bukan hanya sebagai penyerap hasil panen petani, tapi juga sebagai penyangga kebutuhan pangan nasional. Karena itu, selain menyerap maksimal dari petani lokal, kita juga mendukung distribusi ke daerah lain agar tidak terjadi kekosongan stok," ujar Ramaijon.
Ia menambahkan, Bulog terus mengoptimalkan pengelolaan gudang dan transportasi agar penyaluran beras berjalan lancar dan efisien, terutama menghadapi potensi kenaikan harga beras menjelang akhir tahun.
Dari sisi harga, Ramaijon menyebut bahwa pembelian gabah dilakukan sesuai ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yakni Rp6.500 per kilogram untuk GKG.
Dengan penyerapan besar-besaran ini, Bulog berharap dapat membantu menjaga harga gabah agar tidak jatuh saat panen raya, sekaligus menstabilkan harga beras di tingkat konsumen.
"Stabilisasi harga itu dua sisi: petani harus diuntungkan dengan harga gabah yang baik, dan masyarakat harus tetap bisa membeli beras dengan harga wajar. Itu yang kita jaga dengan stok dan distribusi yang optimal," tuturnya.