Bisnis.com, CIREBON - Kabupaten Cirebon mencatatkan kinerja ekspor yang menggembirakan pada sektor mebel rotan. Selama 2025 ini, nilai ekspor rotan dari daerah tersebut menembus angka US$3,16 juta atau setara Rp51,3 miliar.
Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Cirebon merinci, capaian ekspor rotan tersebut berasal dari tiga gelombang utama pengiriman, yakni US$1,3 juta pada Januari, US$1,8 juta pada Februari, dan US$3,1 juta pada April.
Lonjakan nilai ekspor ini disebut menjadi sinyal positif bagi sektor kerajinan yang sempat terdampak pandemi dan perlambatan ekonomi global.
“Tren ekspor rotan Cirebon tahun ini menunjukkan pemulihan signifikan. Banyak pelaku UMKM rotan kembali menggeliat setelah melewati masa sulit,” ujar Kepala Bidang Perdagangan dan Pengendalian Harga Pokok Penting Disperdagin Kabupaten Cirebon Feni Sirgiasih, Senin (28/4/2025).
Menurut Feni, permintaan mebel rotan dari negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Asia Timur mulai kembali stabil. Beberapa buyer yang sempat menunda order selama pandemi kini kembali memesan dalam jumlah besar.
Selain itu, desain inovatif dan peningkatan kualitas produk lokal dinilai mampu bersaing di pasar global.
Baca Juga
Industri rotan menjadi salah satu sektor andalan Kabupaten Cirebon sejak dekade 1980-an. Ribuan perajin tersebar di berbagai sentra produksi seperti di Kecamatan Weru, Plumbon, dan Plered.
Sebagian besar produk rotan yang diekspor berupa furnitur outdoor, kursi santai, meja kopi, rak penyimpanan, hingga aksesori dekorasi rumah.
Feni mengatakan, rotan menyumbang lebih dari 60% dari total ekspor mebel dan kerajinan asal Cirebon. “Dengan nilai mencapai US$3,16 juta, kontribusi sektor ini sangat besar terhadap perekonomian daerah. Selain menghasilkan devisa, industri ini juga menyerap ribuan tenaga kerja lokal,” ujarnya.
Ia menambahkan, Disperdagin terus mendorong peningkatan daya saing produk melalui pelatihan desain, sertifikasi mutu, hingga fasilitasi pameran dagang internasional. Dinas juga bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan RI untuk membuka akses pasar baru di Timur Tengah dan Afrika.
Di balik hal itu, pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) kerajinan rotan di Kabupaten Cirebon mengaku resah dengan kebijakan Pemerintah Amerika Serikat di bawah mantan Presiden Donald Trump yang menerapkan tarif impor tinggi terhadap sejumlah produk dari luar negeri.
Kebijakan tersebut menjadi batu sandungan besar dalam menjaga kelangsungan ekspor ke Negeri Paman Sam.
Kabupaten Cirebon dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan rotan terbesar di Indonesia. Beragam produk seperti kursi, meja, dan hiasan rumah berbahan rotan dihasilkan oleh tangan-tangan terampil perajin setempat.
Selama bertahun-tahun, sebagian besar produk ini diekspor ke luar negeri, termasuk Amerika Serikat yang menjadi salah satu pasar utama.
Rohman, pengusaha rotan di Kecamatan Plumbon, mengaku permintaan dari Amerika menurun drastis sejak tiga tahun terakhir. Ia yang semula rutin mengirim kontainer rotan ke distributor ke luar negeri, kini harus mencari celah agar barangnya tetap laku meski harganya melonjak akibat bea masuk yang tinggi.
“Kalau dulu harga kursi rotan kita bisa bersaing karena bebas tarif atau kena tarif rendah. Tapi sejak ada tarif tambahan, sepertinya bakal mengeluh," kata Rohman.
Menurut Rohman, jauh sebelum ada kebijakan tarif ala Trump, ia bisa mengirim hingga tiga kontainer rotan setiap dua bulan. Namun kini, diprediksi hanya mampu mengirim satu kontainer.
Lesunya pasar ekspor berdampak langsung pada perajin skala kecil yang menjadi mitra UMKM seperti Rohman.