Bisnis.com, CIREBON - Kabupaten Cirebon mencatatkan angka pengangguran terbanyak di kawasan Metropolitan Rebana, melampaui enam wilayah lain yang tergabung dalam proyek strategis pengembangan ekonomi Jawa Barat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cirebon tahun 2024, jumlah pengangguran mencapai 84.993 orang. Angka itu mencerminkan realitas pelik di balik pembangunan infrastruktur dan janji investasi yang masif.
Kepala BPS Kabupaten Cirebon Judiharto Trisnadi menyebutkan tren tersebut mengindikasikan adanya ketidakseimbangan serius antara pertumbuhan populasi usia produktif dan kemampuan daerah dalam menciptakan lapangan kerja.
"Setiap tahun jumlah penduduk usia kerja meningkat. Tapi tidak dibarengi dengan perluasan sektor yang mampu menyerap mereka, terutama sektor industri formal," ujarnya saat peluncuran Kabupaten Cirebon Dalam Angka 2025 beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, daerah lain seperti Subang (63.260 orang), Indramayu (62.022), Kuningan (48.106), Sumedang (39.816), Majalengka (29.644), dan Kota Cirebon (11.486) turut mencatatkan jumlah pengangguran yang signifikan, namun tetap berada di bawah Kabupaten Cirebon.
Perbandingan ini menegaskan bahwa Cirebon menjadi episentrum pengangguran di wilayah yang sebenarnya diproyeksikan menjadi motor penggerak ekonomi baru di Jawa Barat.
Baca Juga
Menurut Judiharto, lonjakan pengangguran di Kabupaten Cirebon tidak semata disebabkan oleh minimnya lapangan kerja, tetapi juga oleh karakteristik investasinya yang belum berorientasi pada penciptaan kerja massal.
“Sektor perdagangan dan jasa mendominasi investasi. Padahal, sektor ini cenderung menyerap tenaga kerja dalam jumlah terbatas,” ungkapnya.
Sektor industri yang seharusnya mampu menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja justru belum berkembang maksimal. Salah satu penyebabnya adalah kesenjangan keterampilan antara pencari kerja dengan kebutuhan industri yang ada.
Banyak lulusan sekolah atau pelatihan yang belum memiliki kemampuan teknis sesuai standar dunia usaha. Akibatnya, tingkat mismatch antara supply dan demand tenaga kerja kian melebar.
Selain itu, Judiharto menambahkan, orientasi pembangunan yang belum sepenuhnya menyentuh akar persoalan ketenagakerjaan membuat masalah ini berlangsung menahun. “Kita butuh pendekatan lintas sektor untuk menciptakan ekosistem kerja yang sehat dan inklusif,” tegasnya.
Dampak dari pengangguran yang meluas bukan hanya terasa di sektor ekonomi, tapi juga menyusup ke sendi sosial masyarakat. Tingkat daya beli warga melemah, sementara angka kemiskinan cenderung stagnan atau naik perlahan.
Hal ini menciptakan beban baru bagi pemerintah daerah, baik dalam bentuk peningkatan kebutuhan bantuan sosial, hingga potensi meningkatnya kasus kriminalitas berbasis ekonomi.
Merespons situasi ini, Pemerintah Kabupaten Cirebon menyatakan sedang mengupayakan beberapa langkah strategis untuk menekan angka pengangguran. Salah satu fokus utama adalah percepatan pengembangan kawasan industri baru di wilayah timur dan selatan Cirebon.
“Kami sedang mempercepat pembangunan infrastruktur dasar untuk menarik investor industri padat karya. Kawasan-kawasan itu dirancang agar bisa menyerap ribuan tenaga kerja lokal,” ungkap Bupati Cirebon Imron Rosyadi.
Tak hanya itu, Pemkab juga menggencarkan pelatihan kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan industri masa kini. Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah menggandeng pelaku usaha dan lembaga pendidikan vokasi untuk menyusun kurikulum pelatihan berbasis kompetensi.
Di sektor UMKM, pemerintah menyediakan program pendampingan, akses modal, serta pelatihan kewirausahaan untuk mendorong warga menciptakan usaha mandiri. Imron meyakini bahwa jika UMKM tumbuh sehat, maka peluang kerja informal juga akan semakin terbuka.
“Kita tidak bisa hanya bergantung pada industri besar. UMKM itu fondasi ekonomi rakyat. Mereka juga harus didorong agar bisa naik kelas dan mampu menyerap tenaga kerja sekitar,” tambah Imron.
Meski berbagai strategi telah dan sedang dijalankan, pemerintah menyadari masalah pengangguran tak bisa diatasi sendirian. Diperlukan sinergi lintas sektor, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, dunia industri, akademisi, hingga masyarakat sipil.
“Ekosistem ketenagakerjaan yang sehat hanya bisa tercipta kalau semua pihak duduk bersama. Dunia usaha harus terbuka menyerap tenaga kerja lokal, sementara pendidikan harus lebih adaptif terhadap tuntutan zaman,” tegas Imron.