Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Rotan Cirebon: Tumbuh Tapi Belum Inklusif

Industri mebel rotan masih menjadi poros utama ketenagakerjaan di Kabupaten Cirebon pada 2024.
Pertambangan Gunung Kuda, Jawa Barat
Pertambangan Gunung Kuda, Jawa Barat

Bisnis.com, CIREBON - Dominasi industri mebel rotan masih menjadi poros utama ketenagakerjaan di Kabupaten Cirebon. Dalam kurun lima tahun terakhir atau dari 2020 hingga 2024, jumlah tenaga kerja pada sektor ini terus meningkat dan menyumbang lebih dari separuh total pekerja industri unggulan wilayah ini. 

Berdasarkan data Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Cirebon yang tercatat dalam Cirebon Regency in Figures 2025, sektor meubel dan kerajinan rotan tercatat menyerap 66.681 tenaga kerja pada 2024.

Jumlah ini meningkat dari 62.826 orang pada tahun 2020. Angka tersebut setara 53% dari total tenaga kerja di sembilan komoditas industri unggulan yang berjumlah 123.808 tenaga kerja pada 2024.

Sebaliknya, beberapa sektor industri lain tampak jalan di tempat. Industri batu alam, misalnya, stagnan selama 5 tahun terakhir di angka 1.982 tenaga kerja. Sektor ini tidak menunjukkan pertumbuhan, bahkan ketika beberapa komoditas lain mengalami ekspansi moderat.

Begitu pula sektor sandal karet yang hanya mempekerjakan 316 orang sejak 2020, tanpa ada peningkatan yang berarti hingga 2024. Ketimpangan distribusi tenaga kerja ini menjadi sinyal bahwa Kabupaten Cirebon belum berhasil menciptakan ekosistem industri yang inklusif dan seimbang.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cirebon Judiharto Trisnadi mengatakan dominasi sektor tertentu seperti rotan dan konveksi, meskipun mencerminkan kekuatan tradisional wilayah, tetap menyisakan persoalan klasik yakni terlalu bergantung pada satu atau dua sektor utama yang rawan guncangan global.

"Ketika satu sektor dominan, daerah menjadi rentan. Kalau permintaan global rotan menurun karena krisis atau perubahan tren, kita akan terdampak langsung. Harus ada diversifikasi sektor yang disertai pemerataan akses pelatihan dan insentif," ujar Judiharto, akhir pekan lalu (20/6/2025).

Sektor roti dan makanan ringan menunjukkan tren pertumbuhan pesat. Dari 12.085 tenaga kerja pada tahun 2020, melonjak menjadi 20.671 orang pada 2024. Kenaikan hampir dua kali lipat ini memperlihatkan bahwa sektor olahan makanan mampu menciptakan peluang kerja baru, khususnya di wilayah semi-perkotaan dan pedesaan.

Sayangnya, pertumbuhan seperti ini belum mendapat perhatian strategis dalam pengembangan industri berbasis UMKM secara menyeluruh.

Industri konveksi juga termasuk dalam tiga besar sektor penyerap tenaga kerja, dengan 14.873 orang bekerja di dalamnya pada tahun 2024.

Namun, kenaikan jumlah tenaga kerja pada sektor ini tergolong moderat dan cenderung melambat dibanding tahun-tahun sebelumnya, menunjukkan mulai jenuhnya pasar tenaga kerja di sektor ini atau kemungkinan adanya stagnasi dalam pertumbuhan usaha.

Sebaliknya, kerajinan kulit kerang justru mengalami penurunan. Pada tahun 2020, jumlah tenaga kerja tercatat 780 orang. Namun, pada 2024 hanya tersisa 649 pekerja.

Tren ini menunjukkan sektor-sektor ekonomi kreatif berbasis sumber daya lokal belum mendapat perhatian maksimal dan terancam ditinggalkan.

Dari total sembilan sektor industri unggulan, hanya empat yang menunjukkan tren pertumbuhan tenaga kerja yang konsisten: meubel rotan, meubel kayu, roti dan makanan ringan, serta batik.

Namun, sektor batik sendiri pertumbuhannya sangat kecil, dari 4.679 orang pada tahun 2020 menjadi 4.717 pada tahun 2024, atau hanya naik 38 orang dalam lima tahun.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa meskipun secara kuantitatif jumlah total tenaga kerja terus meningkat—dari 109.470 pada 2020 menjadi 123.808 pada 2024—namun secara struktural pertumbuhan ini terkonsentrasi di beberapa sektor saja.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran atas ketahanan industri Kabupaten Cirebon dalam jangka panjang, terutama jika sektor dominan mengalami guncangan pasar.

Pemerintah Kabupaten Cirebon didorong untuk tidak sekadar berbangga atas pertumbuhan tenaga kerja secara agregat. Yang lebih penting adalah memastikan sektor-sektor yang stagnan atau menurun mendapatkan intervensi kebijakan, seperti pemberian insentif produksi, pelatihan keterampilan baru, dan penguatan akses pasar.

Selain itu, diperlukan peta jalan industri berbasis data yang mampu merespons tantangan global seperti digitalisasi, krisis iklim, dan otomatisasi tenaga kerja.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper