Bisnis.com, CIREBON - Upaya Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk menata Kawasan Batik Trusmi di Kecamatan Weru kembali menghadapi jalan buntu.
Kawasan sentra batik terbesar di wilayah Cirebon tersebut hingga kini masih dipenuhi pedagang kaki lima (PKL), parkir liar, serta kabel utilitas yang semrawut.
Pantauan langsung pada Senin (7/7/2025) di sepanjang Jalan Syekh Datul Kahfi, Kawasan Batik Trusmi, terlihat lapak-lapak semi permanen menjamur di trotoar.
Para PKL menjajakan dagangan berupa kebutuhan, makanan ringan, hingga pernak-pernik tanpa pengaturan yang jelas. Trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki, justru sepenuhnya dipenuhi meja dagang hingga gerobak.
Tak jauh dari lokasi tersebut, kendaraan pribadi terlihat parkir sembarangan di tepi jalan utama. Beberapa juru parkir liar tampak mengarahkan kendaraan tanpa menggunakan seragam resmi, dan menarik tarif parkir tanpa karcis.
Kondisi ini menyebabkan penyempitan badan jalan, sehingga arus lalu lintas tersendat, terlebih saat siang hari dan akhir pekan.
Baca Juga
Kekumuhan kawasan diperparah dengan kondisi kabel udara milik penyedia layanan listrik dan internet yang menggantung rendah dan bersilangan di sepanjang jalan.
Banyak kabel yang tampak menjuntai ke bawah, bahkan beberapa menyentuh plang toko dan baliho. Selain berbahaya, kondisi ini dinilai mengganggu estetika kawasan industri kreatif.
“Kadang kalau angin besar, kabel-kabel ini goyang sampai nyangkut ke kendaraan yang tinggi. Pernah ada kabel putus kena truk box, untung nggak ada korban,” ungkap Iwan, warga di sekitar Kawasan Batik Trusmi.
Pemerintah Kabupaten Cirebon sebenarnya telah menyusun rencana penataan sejak lama. Salah satu langkahnya adalah relokasi PKL ke lokasi terpadu yang lebih tertib. Namun, hingga pertengahan 2025, progresnya dinilai stagnan.
Wakil Bupati Cirebon, Agus Kurniawan Budiaman mengatakan, proses penataan kawasan masih tertahan. Ia menyebut tantangan terbesar adalah resistensi dari para pedagang dan ketidaksiapan infrastruktur pendukung.
“Kami tidak bisa serta-merta menertibkan PKL atau kabel utilitas tanpa skema relokasi yang matang. Jika dipaksa, mereka akan kembali lagi ke trotoar karena di sanalah titik ekonomi mereka,” ujarnya.
Menurutnya, rencana penataan perlu dilakukan secara terintegrasi dengan pendekatan sosial. Pemerintah daerah juga telah mengajukan kerja sama dengan pihak PLN dan penyedia layanan telekomunikasi untuk merapikan kabel dengan sistem ducting bawah tanah.
Namun, keterbatasan anggaran menjadi kendala serius dalam eksekusi di lapangan.
Di sisi lain, sebagian PKL mengaku pasrah, namun berharap adanya solusi yang berpihak.
“Kalau mau ditata, kami ikut saja. Tapi tolong kasih tempat yang layak. Jangan cuma digusur tanpa solusi. Kalau digusur begitu saja, kami mau makan dari mana?” kata Idah, PKL di kawasan tersebut.